KENDARI, KOMPAS - Kecelakaan laut yang sering terjadi di perairan Nusantara, antara lain, disebabkan pengabaian terhadap prosedur keselamatan berlayar dan cuaca. Untuk mengatasi hal itu, perlu pengawasan ketat dari syahbandar. Menyambut arus mudik dan balik Lebaran, setiap moda angkutan laut harus dilengkapi alat keselamatan memadai.
Demikian pandangan Kepala Kantor Search and Rescue (SAR) Kendari, Sulawesi Tenggara, Jafar Henaulu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan, dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Utara Arif Armaiyn, secara terpisah, Jumat (27/7).
Sementara itu, kemarin, 2 dari 27 penumpang perahu motor (bukan 24 orang seperti diberitakan sebelumnya) yang tenggelam di perairan Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, ditemukan tewas. Tim SAR bersama nelayan masih mencari enam penumpang yang tenggelam. Adapun 19 penumpang lainnya ditemukan selamat.
Perahu motor itu tenggelam hari Senin lalu dalam pelayaran dari Desa Kramat ke Ledi di Pulau Taliabu, Maluku Utara. Kepala BPBD Kabupaten Kepulauan Sula Idham Ruray mengatakan, upaya pencarian terhalang oleh ombak laut setinggi 3 meter.
Dua faktor
Jafar Henaulu menegaskan, khusus di perairan Sulawesi Tenggara, sepanjang 2012 terjadi sedikitnya tujuh kecelakaan di laut. Penyebabnya hanya dua faktor, yaitu kesalahan manusia dan cuaca buruk.
Contohnya, dalam kecelakaan laut terakhir yang menimpa sebuah longboat (perahu motor kayu) di Pulau Saponda Darat pada 25 Juli, pengabaian prosedur keselamatan terlihat nyata. Jafar menyatakan, longboat dengan panjang 5 meter itu seharusnya hanya diisi maksimal tiga penumpang, tetapi kenyataannya diisi sampai tujuh penumpang.
Bambang S Ervan menambahkan, ujung tombak dari keselamatan angkutan laut adalah pengawasan dari syahbandar. ”Ada sekitar 400 syahbandar di seluruh Indonesia. Mereka bertugas mengawasi keselamatan angkutan laut. Pengelola angkutan laut diminta untuk mematuhi arahan dari syahbandar,” katanya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Bambang Harjo menekankan pentingnya seleksi perizinan dari instansi terkait. Apabila perizinan tidak selektif, keselamatan penumpang pelayaran sulit dijamin.
Menurut Bambang Harjo, umumnya kecelakaan di laut dipicu oleh kesalahan manusia. ”Para juru mudi kebanyakan hanya mengerti bagaimana cara mengendalikan arah kapal, tetapi tidak paham soal konstruksi dan stabilitas kapal. Kerap ada kesulitan mengendalikan kapal apabila terjadi gelombang tinggi atau cuaca buruk,” ujarnya.
Bambang Harjo menyebutkan, angkutan laut di Indonesia per tahun mengangkut 20 juta penumpang. Adapun angkutan penyeberangan mengangkut 150 juta orang per tahun. Angkutan laut membawa 1,5 miliar ton barang per tahun dengan tingkat keselamatan yang terjaga.
Kepala BPBD Maluku Utara Arif Armaiyn mengakui minimnya alat keselamatan pada perahu-perahu yang biasa mengantarkan penumpang di wilayahnya.
”Kesadaran pemilik perahu masih kurang meski kami sudah berulang-ulang menyosialisasikan pentingnya alat itu,” ujarnya.
Dia berjanji akan segera mengadakan rapat dengan Dinas Perhubungan Maluku Utara untuk membahas kewajiban alat- alat keselamatan pada perahu yang biasa mengangkut penumpang, terutama karena saat ini menjelang Lebaran.
”Mobilitas warga saat arus mudik dan balik pasti meningkat. Untuk menjamin keselamatan mereka, setiap perahu harus dilengkapi alat keselamatan,” lanjutnya.
Menurut Arif, laporan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga harus menjadi acuan diberangkatkannya atau tidak perahu/kapal. ”Jika cuaca tidak memungkinkan, nakhoda harus berani membatalkan pelayaran. Penumpang pun jangan memaksa kapal untuk berangkat,” katanya.
Imigran gelap
Sementara itu, 58 imigran gelap asal Irak dan Iran yang terdampar di Pulau Guwa-Guwa, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, diduga diantar oleh empat awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. ”Hasil pemeriksaan awak kapal menunjukkan saat itu mereka berlayar dari Surabaya menuju Bali,” kata Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Sumenep Komisaris Edi Purwanto.
Kepala Badan SAR Nasional III Jawa Timur Sutrisno mengatakan, mesin kapal yang mereka tumpangi mati sehingga mereka terombang-ambing di laut selama tiga hari.
Para imigran tersebut berjumlah 58 orang (bukan 60 seperti diberitakan Kompas Jumat, 27/7/2012). Mereka terdiri dari 33 warga negara Iran dan 25 warga negara Irak. Semua imigran dalam kondisi selamat.
0 Response to "Prosedur Keselamatan dan Cuaca Diabaikan"
Posting Komentar