Ratusan Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di PT Kwan Jen, Taiwan mengadu ke BNP2TKI. Mereka mengeluh sering mengalami tindak kekerasan hingga tidak mendapat gaji selama bekerja di perusahaan itu.
Salah satu ABK, Imam Syafei menceritakan awal penderitaan mereka dimulai saat mengadu nasib ke Taiwan. Setelah mendapat paspor dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), mereka diberangkatkan ke Trinidad dan Tobago.
Total ada 203 warga Indonesia yang mengadu nasib ke negara tersebut. Ada yang sudah lima tahun, ada yang baru hanya dua tahun.
"Ini (massa yang hadir) hanya sebagaian dari kami yang bisa datang ke Jakarta karena sebagian lain ada di kampung tidak ada biaya," ujar Imam di sela-sela orasinya di depan BNP2TKI, Jl MT Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (9/7/2013).
Di tempat ini mereka bekerja mencari ikan di tengah laut. Praktis cukup lama waktu mereka tidak bisa berkomunikasi dengan sanak keluarga.
Imam menceritakan, selama dua tahun bekerja di atas kapal tersebut, ada tiga kawan mereka yang meninggal. Ada yang sakit, kecelakaan kerja hingga stres.
"Heri asal Cirebon meninggal karena sakit, Karsan dari Pemalang karena stres menceburkan diri dan Ramdani meninggal karena kecelakaan kerja," jelas Imam.
Jenazah Ramdani kemudian disimpan ke dalam ruang pendingin, yang lazimnya digunakan untuk tempat penyimpanan ikan. Tanpa disangka, kapal yang ditumpangi Ramdani dirazia oleh polisi Venezuela.
"Pas kapal kami sedang beli solar, polisi menemukan mayat dalam frezer, setelah itu kami dideportasi ke Indonesia," sambungnya.
Namun begitu sampai di Indonesia, mereka tidak mendapat kejelasaan upah bekerja. Gaji berbulan-bulan bahkan tahunan praktis tidak bisa mereka rasakan
Kisah lainnya juga diceritakan Dunarso. Menurut Dunarso, penyiksaan sudah menjadi makanan sehari-hari. Sedikit saja melakukan kesalahan, pemilik kapal akan langsung memukulnya. Hambatan dalam komunikasi membuat mereka tidak mampu memberi penjelasan kepada majikannya.
"Dipukul, sehari istirahat cuma 5 jam ditambah makan seadanya, apakah itu layak?" protes Dunarso.
Saat hendak dideportasi ke Indonesia, mereka juga sempat diterlantarkan selama 6 bulan di Trinidad dan Tobago. Selama itu mereka bertahan hidup dengan makan seadanya.
"Sepiring untuk sepuluh orang atas nama solidaritas sebagai ABK Indonesia, bahakan ada yang cari kerja ilegal buat dapat makan," keluhnya.
0 Response to "Kisah Sedih 'Pelaut' Indonesia: Tak Digaji Hingga Disiksa "
Posting Komentar