Oleh: M. Asri Arief. Indonesia akan terus memodernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), meningkatkan kualitas personel TNI untuk menjaga keamanan dan memperkuat pertahanan nasional. Rencana pembelian Frigate, kapal perang canggih buatan Inggris akan segera direalisasikan. Demikian beberapa penegasan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, saat berpidato di Royal College of Defence Studies (RCDS) Inggris, seperti dilansir beberapa media cetak beberapa waktu lalu.
Lebih jauh dijelaskan, langkah Indonesia tersebut mungkin dianggap strategic luxury, tetapi bagaimana pun Indonesia harus memiliki kekuatan militer yang memadai. "Meski kami berprinsip million friends zero enemy, Indonesia tetap akan memperkuat militer untuk menjaga kepentingan nasional", tambah Presiden.Tuntutan Geoposisi
Amanah Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, khususnya Pasal 3 ayat 2, bahwa pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Artinya, pemerintah Indonesia menyadari bahwa laut dan segala aktivitas di dalamnya dapat menjadi tumpuan masa depan bangsa. Bagi TNI Angkatan Laut (TNI AL), kondisi ini harus direspon sebagai tantangan sekaligus peluang untuk mereposisi keberadaan TNI AL sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.
Kondisi geografis Indonesia yang terletak di tengah kepentingan masyarakat internasional, mengandung tingkat kerawanan yang tinggi terhadap berbagai bentuk ancaman atau kejahatan terutama masalah keamanan perbatasan dan konflik teritorial. Terkait dengan masalah perbatasan kawasan, baik perbatasan darat Indonesia dengan tiga negara tetangga maupun perbatasan laut Indonesia dengan sepuluh negara tetangga, merupakan isu sensitif yang paling berpotensi memicu konflik.
Sensitivitas masalah perbatasan kawasan diperparah dengan isu maraknya pelanggaran wilayah oleh kapal asing dan pesawat udara pada corong-corong strategis, illegal fishing, penyelundupan dan jalur trafficking buruh migran, perompakan terhadap kapal niaga di selat-selat sempit serta kejahatan multidimensional lainnya merupakan "PR" yang tak berujung.
Mencermati dinamika yang multidimensi tersebut, maka mereposisi TNI AL sesuai tataran geoposisi Indonesia merupakan langkah bijak. Geoposisi TNI AL, harus dipahami sebagai upaya memposisikan TNI AL sesuai kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Sejalan dengan itu, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno, telah mencanangkan pengembangan armada. Dua armada sekarang ini adalah Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), dikembangkan menjadi tiga Komando Wilayah Laut yang diharapkan rampung pada tahun 2014.
"Direncanakan Komando Wilayah Laut Barat berkedudukan di Tanjung Pinang, Komando Wilayah Laut Tengah berkedudukan di Makassar dan Komando Wilayah Laut Timur berkedudukan di Sorong", jelas Kasal sebagaimana disebutkan berbagai media.
Lebih jauh dijelaskan, agenda utama yang tak kalah pentingnya dengan pengembangan armada adalah pengadaan alutsista, peningkatan kesejahteraan personel dan reformasi birokrasi. Implementasi geoposisi TNI AL sebagai wujud idealisasi TNI AL di negara kepulauan membutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemerintah, tetapi secara internal TNI AL telah menempatkan visi dan misi maritim sebagai negara kepulaun terbesar dunia untuk mewujudkan TNI AL yang handal dan disegani. Bahkan Bapak Kasal Laksamana TNI Soeparno, senantiasa menekankan perlunya menumbuhkan kembali Maritime Domain Awareness. Kepedulian terhadap wilayah kelautan, perlu merumuskan kembali jawaban: who we are, what we do dan how do we fight?
Dari jawaban itu, meminjam istilah mantan Presiden Soekarno bahwa bangsa pelaut tercermin pada kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan, seharusnya dijadikan pemicu semangat untuk merajut kembali kejayaan maritim masa lalu. Zaman keemasan tercatat ketika kekuatan TNI AL terbesar di Asia Tenggara pada tahun 1960-an dengan komposisi 234 kapal perang yang terdiri dari sebuah kapal penjelajah (cruiser), 7 kapal perusak (destroyer), 12 kapal selam dan beberapa jenis kapal perang lain. Kemantapan soliditas TNI saat itu, besarnya armada laut dengan persenjataan canggih yang mampu mengangkut pasukan dalam jumlah besar dan siap melaksanakan pertempuran laut, menjadikan Indonesia memiliki bargaining position yang sangat tinggi.
Pengalaman pahit masa lalu ketika kekuatan asing menduduki negeri ini dengan merubah paradigma maritim dan menjauhkan penghidupan masyarakat dari laut, patut dikedepankan sebagai renungan nasional bangsa berkarakter bahari. Paradigma maritim harus dipahami sekaligus disosialisasikan sebagai kesadaran bangsa tentang kehidupan masa depannya bergantung pada lautan, bukan diartikan sebagai bangsa yang mayoritas masyarakatnya adalah nelayan.
Postur Ideal
Ketajaman visi maritim Indonesia sebagai negara kepulauan harus diwujudkan dalam bentuk kehebatan armada niaga, keandalan manajemen transportasi laut dan kekuatan armada militer. Hal ini sejalan dengan penegasan Mahan dalam The Influence of Sea Power Upon History, bahwa laut merupakan salah satu faktor penting dalam mempertahankan eksistensi suatu negara. Siapa yang menguasai laut, akan menguasai dunia.
Tantangan ke depan, menuntut postur ideal TNI AL sesuai kondisi geografis Indonesia. Postur TNI AL dijabarkan sebagai wujud kekuatan pertahanan negara yang ditata dalam sistem pertahanan negara, sehingga mampu menegakkan hukum di laut sesuai kewenangan (constabulary function) yang berlaku secara universal. Penggelaran kekuatan harus memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan dan pulau terpencil.
Realitas yang ada sekarang, Indonesia harus mengamankan kurang lebih 92 pulau terluar yang tersebar dari Aceh hingga Papua dan 12 pulau diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga. Menyikapi hal tersebut, pemerintah terus berupaya memordenisasi alutsista TNI khususnya TNI AL hingga tahun 2015 dengan memprediksikan 32 unit Frigate, 56 unit Korvet, 82 unit Kapal Cepat Rudal, 87 unit Kapal Patroli Cepat, 6 unit Kapal Selam dan 48 unit Kapal Logistik dan Angkut Pasukan (dari berbagai sumber).
Mewujudkan kekuatan TNI AL yang ideal merupakan follow up lima pilar penguatan dan pengamanan maritim di negara kepulauan Indonesia. Pertama, peneguhan pemahaman terhadap wawasan maritim dengan menumbuhkan kembali kesadaran geografis. Kedua, penegakan kedaulatan nyata di laut yang dibangun melalui sistem pertahanan (defense), keamanan (constabulary) dan pengendalian (civilian monitoring, control and surveillance) termasuk sistem penegakannya (enforcement) yang utuh dan berkesinambungan.
Ketiga, pembangunan industri maritim yang moderen mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempat, penataan ruang wilayah maritim sehingga diharapkan tercipta tata ruang terpadu antar daerah pesisir, laut dan pulau-pulau untuk menghasilkan sinergitas antar kawasan, antar sektor dan antar srata sosial yang berwawasan lingkungan.
Kelima, penegakan sistem hukum maritim yang dibangun dengan ocean policy yang lengkap meliputi undang-undang pokok baik hukum publik maupun hukum perdata yang mengakomodasikan hukum adat. Terakhir, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, saatnya Indonesia memiliki sistem peradilan (mahkamah) maritim.***
Penulis, pemerhati masalah Lingkungan dan Sosial Kemasyarakatan, berdomisili di Jonggol.
0 Response to "Idealisasi TNI AL di Negara Kepulauan"
Posting Komentar