PUNYA suami pelaut harus kuat di iman dan di “imin”. Jika tidak, ya seperti nasibnya Ny. Murni, 35, dari Kediri (Jatim) ini. Gara-gara kesepian jauh suami, dia merelakan PIL asal Campurdarat “mendarat” di atas tubuhnya. Tapi di kala kapal sedang bergoyang di lautan asmara, eh wara menggerebeknya. Untung hanya diminta bikin pernyataan tertulis.
Berani menikah dengan pelaut, seorang istri harus siap menderita sepi sepanjang bulan, bahkan tahun. Soalnya kehidupan anak buah kapal memang tak bisa seperti pegawai pada umumnya, yang bisa berangkat pagi pulang sore. Jika rute pelayaran luar negri, bisa setahun baru ketemu istri. Jika pelayaran dalam negri, bisa seminggu dua minggu bisa merapel rindu pada bini. Padahal biasanya, sementara istri di rumah rindunya hingga kraket nggalar (lengket di alas ranjang), eh suami mana kala mampir di kota pelabuhan suka lego “jangkar”-nya di tempat pelacuran.
Rupanya Murni warga Desa Badal Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri, termasuk wanita yang demikian ini. Menikah dengan pelaut Marjo, 40, sejak 10 tahun lalu, jarang sekali ketemu suami. Ketemu bapaknya anak-anak paling 6 bulan sekali. Tapi jika pulang, ya itu tadi, di kamar bisa berjam-jam lamanya. Untuk tidak mengganggu keasyikan berdua, pembantu disuruh momong anak sampai Surabaya, atau Nganjuk.
Marjo memang pelaut bukan pelayaran internsuler (dalam negri). Bulan ini di Jepang, bulan depan sudah bisa tiba di Singapura. Bulan depannya lagi sudah merapat di Honolulu, sementara istri kesepian di hono kene wae (di sini saja). Karena Murni bukan tipe wanita setia pada suami, pada akhirnya ya mengejar kenikmatan sesaat. Dicarinyalah lelaki di lingkungan sekitarnya, sekiranya mampu menjawab rasa dinginnya kota Ngadiluwih yang di malam hari bisa mencapai 5 drajat di bawah nol.
Adalah Markijo, 30, warga Desa Wates Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung. Meski kenalan baru, tapi dia sudah mampu membaca bahwa cewek satu ini sangat kesepian sebagai ibu rumahtangga. Dasar wajah dan bodinya sangat menawarkan sejuta gairah, maka Markijo pun ingin menawarkan program PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kesepian) non Depkes. Lewat kerjasama nirlaba ini, dijamin semua saling diuntungkan. Ny. Murni tak perlu kesepian, dan Markijo sendiri juga perlu kelamaan jomblo sebagai lelaki bujangan.
Awalnya Markijo hanya sekedar dolan murni ke rumah Murni. Tapi setelah situasi begitu mantap dan kondusif, artinya lampu hijau sudah menyala, mulailah dia berani berbuat hil-hil yang mustahal. Semula dia deg-degan, eh nggak tahunya Murni langsung mapan (siap tempur). Ya sudahlah, rejeki nomplok itu langsung disosornya. Dan sejak itu Markijo semakin rajin saja berkunjung sebagai duta asmara. Pokoknya: kembang nangka aja disaponi, sing lanang lunga bojone dikeloni (suami pergi istri dikencani).
Melihat Markijo semakin rajin nginap di rumah Murni, warga pernah memperingatkan. Sehari dua hari teguran itu jadi perhatian. Tapi seminggu kemudian sudah kembali ke rutinitas lama, kencan ria sampai tua. Tentu saja warga jadi gemas, sehingga Murni – Markijo diancam akan dikenakan tindakan drastis. Eh, ternyata hanya dianggap gertak sambal. Warga pun tersinggung, itu kan sama saja menganggap kampung Badal medan pemanjaan “rudal”.
Terjadilah kemudian insiden itu. Beberapa hari lalu, saat Murni – Markijo asyik bersetubuh bak suami istri, kamar digedor warga. Mereka pun kemudian jadi urusan pamong desa. Awalnya Markijo mau digebuki. Tapi setelah mengaku bujangan tulen, warga pun menjadi iba, sehingga keduanya hanya diminta bikin pernyataan di atas meterai Rp6.000,- bahwa takkan berselingkuh lagi. Bila melanggar, siap dituntut di muka hakim.
Bukti bujangan darimana, apa sudah testing dengkul?
sumber : http://poskota.co.id/nah-ini-dia/2010/10/15/rindunya-istri-pelaut
0 Response to "RINDUNYA ISTRI PELAUT"
Posting Komentar