Marine Surveyor & Inspection Services

0812-701-5790 (Telkomsel) Marine Surveyor PT.Binaga Ocean Surveyor (BOS)

0812-701-5790 (Telkomsel) Marine Surveyor PT.Binaga Ocean Surveyor (BOS)
Marine Surveyor

Lari dari Konflik, Bertahan dengan Air Hujan

Lari dari Konflik, Bertahan dengan Air Hujan
Kisah Puluhan Imigran Sri Lanka yang Terdampar di Lautan Lepas

Imigran gelap asal Sri Lanka saat berada di tenda, Raden Saleh Padang,
Menyabung nyawa dengan me­ngarungi laut lepas demi meng­hindari konflik etnis di negara sendiri, adalah pilihan pahit yang harus ditempuh puluhan imigran Sri Lanka yang terdampar di perairan Samudera Hindia. Selama 28 hari mereka terombang-ambing di perairan laut internasional di Mentawai.  

Para imigran gelap ini duduk berkumpul dengan wajah lusuh di salah satu ruangan di Mess Soeratno, Jalan Raden Saleh, Padang. Setelah empat minggu di lautan, mereka tampak tak terurus. Kumis dan jam­bang menjadi panjang tak terurus, wajah kusam dan bau laut melekat pada tubuh mereka.

Keletihan tergambar di wajah mere­ka. Walaupun begitu, terpancar harapan un­­tuk menjalani kehidupan baru di ne­geri orang.

Sekelompok imigran lainnya terli­hat berdiskusi menggunakan bahasa Sri Lanka. Kepada Padang Ekspres, salah seorang di antara mereka yang bisa berbahasa Inggris menceritakan sedang membicarakan nasib mereka ke depan.

Dia adalah Yobithan R, 20. Di sudut lainnya, beberapa imigran terbaring lemah karena diare.

Ketika Padang Ekspres meng­hampiri sekolompok imi­­gran, mereka langsung terpana. Ternyata, mereka hendak me­minta rokok dan meminjam handpone untuk menghubungi keluarganya di Sri Lanka.

Yobithan didampingi Bri­gadir Dedi Arisandhi, anggota PAM Obvit Polresta Padang, mengisahkan, selama 28 hari ia bersama awak kapal M.V AL Shuwaikh terombang-ambing di Samudera Hindia, antara parairan Malaysia dan Thailand karena kerusakan mesin. Mereka akhirnya ter­dampar di parairan laut Indonesia, tepat­nya 219 mil se­belah barat Si­pora atau 291 mil dari Padang.


Selama 28 hari mereka bertahan dengan bekal ma­kanan seadanya. Pada hari ke-20, seluruh bekal makanan habis, termasuk air minum.
Di benak mereka, ba­ya­ngan kematian semakin dekat menjemput. Selain lapar, me­reka harus melawan ganasnya gelombang setinggi 4 meter. Belum lagi lambung kapal yang bocor, memaksa mereka mengeluarkan air secara ber­gantian.

Mereka harus menampung air hujan dengan peralatan seadanya. “Jika hujan kami menampung air hujan dengan panci, gelas dan benda lainnya agar kami bisa minum,” ujar pemuda yang memiliki kem­baran ini.

Mujur, setiap kali ber­pa­pasan dengan kapal lain, me­reka diberikan logistik. Salah satunya kapal New Orleans-Ric­kmers milik Rumania. “Sang­ kapten kapal pun sempat meneteskan air mata ketika melihat kondisi kami. Selain Kapal New Orleans, ada Nave Casiopia dan Kuwait Ship,” ungkap pria yang me­ngaku sempat kuliah di jurusan sains di salah satu universitas di Sri Lanka.

Hari berganti minggu, se­ba­gian mereka mulai terserang diare, penyakit kulit, campak, dan demam. Yobithan R nekat meninggalkan Sri Lanka men­cari kehidupan baru karena Kota Batticaloa terjadi keru­suhan, ketakutan, penculikan, pembunuhan, dan peram­pa­san hak asasi manusia (HAM).

“Kaum laki-laki selalu dite­ror dan dipaksa mengikuti wajib militer. Jika tidak mau akan diteror, diculik, hingga akhirnya dubunuh. Selain itu, warga yang keluar pada malam hari akan dicap teroris, diculik dan dipenjarakan tanpa di­adili, bahkan ada yang lang­sung dibunuh,” jelasnya.

Banyak warga lainnya pu­nya niat serupa. Saat ini ba­nyak warga mempersiapkan keberangkatan meninggalkan Sri Lanka dan mencari suaka ke Australia. “Kami ingin ting­gal di suatu pulau yang aman, dan menerima kami, baik itu di Indonesia maupun di Australia,” ujar anak dari Rajaa Ratnam A sembari menatap langit-langit ruangan.

Kapten kapal mereka ada­lah Vijani Ranjithlal KA ken­dati hanya mengerti teknis kapal. Tujuan utama pelayaran tersebut Australia karena ba­nyak warga Sri Lanka hidup aman dan damai di sana.

Kepala Kantor Imigrasi Pa­dang, Elfinur mengatakan, biaya hidup para imigran di­tang­gung NGO kemanusiaan, IOM. “Apa­kah imigran itu akan di­de­portasi, tergantung UNHCR,” jelasnya. (***/mg18)

0 Response to "Lari dari Konflik, Bertahan dengan Air Hujan"

Posting Komentar

Program Perhitungan Minyak Petroleum Create your own banner at mybannermaker.com!
bisnis tiket pesawat online Peluang Bisnis Tiket Pesawat
Draft Survey Software untuk Pelaut

cek tiket pesawat murah