5 jenis kapal tradisional Indonesia menurut Berita Kapal
jenis-jenis kapal tradisional di indonesia sangatlah banyak, beragam suku beragam budaya, beragam jenis kapal tradisional, makanya sekarang kapal cargo blog mau posting masalah jenis-jenis kapal tradisional di indonesia.nah ini dia jenis-jenis kapal yang di miliki indonesia.
- KAPAL PINISI
kapal Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia.
Kapal pinisi yang merupakan salah satu jenis kapal tradisional kebanggaan Indonesia memiliki keunikan dalam pembuatannya. Umumnya, seperti kapal-kapal di negara barat, rangka kapal dibuat lebih dahulu baru dindingnya. Sedangkan pada kapal pinisi, pembuatannya dimulai dengan dinding dulu baru setelah itu rangkanya.(tapi ada juga koq pinisi yang modern yang pembuatannya seperti kapal modern lainnya)
nah ini dia gambar jenis kapal tradisional milik indonesia jenis kapal pinisi.
gambar kapal tradisional jenis kapal pinisi (sumber : fakta saintek)
Aturan peletakan papan-papan teras kapal pinisi dan aturan dasar lainnya disusun oleh Ruling, sampai sekarang dalam pembuatan perahu pinisi aturan Ruling inilah yang menjadi pedoman. Disamping itu orang Bugis memiliki undang-undang pelayaran dan perdagangan yang disusun oleh "Ammana Gappa" (namanya diabadikan pada pelayaran ekspedisi Pinisi ke Madagaskar).
Jenis kapal kayu pinisi telah mengambil peran penting dalam sejarah pelayaran Indonesia selama berabad-abad. Menurut berbagai sumber, jenis kapal yang sama telah ada sebelum tahun 1500-an, sama seperti kapal Arab.
Meskipun para pembuat kapal ini sering disebut sebagai orang Bugis, namun mereka dibagi menjadi empat sub suku. Keempatnya adalah Konjo di bagian selatan Sulawesi Selatan (Ara, Bira dan Tanah Biru), Mandar di Sulawesi Barat sampai bagian utara Makasar, Bugis di wilayah sekitar Wajo bagian timur Teluk Bone, dan Makassar di wilayah sekitar Kota Makasar. Diantara semua itu, Konjo adalah yang paling berpengaruh dalam pembuatan kapal pinisi.
gambar kapal pinisi (sumber : unineisia )
Dalam sejarah, para pelaut Sulawesi dengan kapal pinisi-nya tercatat telah mencapai P. Madagaskar di Afrika. Gelombang pertama terjadi pada abad ke-2 dan 4, gelombang kedua datang pada abad ke-10 dan gelombang terakhir pada abad ke-17 (masa pemerintahan Sriwijaya). Pendatang dari Indonesia tersebut menetap dan mendirikan sebuah kerajaan bernama Merina.
Pada masa sekarang, ekspedisi kapal pinisi yang terkenal adalah Pinisi Nusantara yang berlayar ke Vancouver, Kanada yang memakan waktu 62 hari, pada tahun 1986 yang lalu. Tahun 1987, ada lagi ekspedisi perahu Padewakang, "Hati Marige" ke Darwin, Australia, mengikuti rute klasik. Lalu Ekspedisi Ammana Gappa ke Madagaskar, terakhir pelayaran Pinisi Damar Segara ke Jepang. gambar kapal pinisi (jenis kapal tradisioanal indonesia) yang berada di pelabuhan paotere
- KAPAL PATORANI
jenis kapal tradisional di indonesia yang kedua yaitu kapal patorani. kapal patorani adalah kapal tradisional asal sulawesi selatan, digunakan oleh kerajaan Goa dan berfungsi sebagai kapal nelayan. Kapal ini banyak ditemui di perairan Galesong, Kabupaten Takalar.
- KAPAL PAKUR - JOMON
kapal pakur - jomon merupakan jenis kapal tradisional asal mandar, sulawesi barat. Di daerah Mandar (Sulawesi Barat), tak ada lagi perahu pakur - jomon yang digunakan berlayar. Artinya, perahu pakur sudah punah di tanah Mandar. Kendati demikian, bangkainya masih dapat ditemukan saat ini, yakni di Desa Manjopai’ Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polman. Sementara di tempat lain juga masih dapat dijumpai di Desa Luwaor, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene.
ini dia gambar kapal tradisional indonesia jenis kapal pakur-jomon
gambar kapal tradisional indonesia jenis kapal pakur-jomon (sumber : kompasiana)
Bangkai pakur di Manjopai’ masih memiliki penutup lambung (dek) dan baratang, sedangkan di Luwaor, tinggal balakang-nya (kayu gelondongan yang dikeruk) saja. Melihat ukuran lambung, pakur adalah jenis perahu bercadik berukuran besar.
Rata-rata tinggi lambung pakur lebih satu meter. Bandingkan dengan sandeq yang biasa digunakan berlomba. Bekas balakang (kayu utuh yang dikeruk yang menjadi lunas perahu) pakur di Luwaor tingginya lebih semeter, balakang pakur sandeq Raditya (juara Sandeq Race 2007) tak sampai 50 sentimeter.
Pakur adalah perahu gempal yang bodinya tinggi, tapi panjangnya rata-rata delapan meter. Sedang sandeq lomba, lambung pendek tapi ukurannya panjang, rata-rata lebih 10 meter. Sebenarnya pakur Mandar masih bersiliweran berlayar di beberapa bagian laut Nusantara, yaitu di perbatasan Laut Jawa, Selat Makassar, dengan Laut Flores, tepatnya Laut Bali (perairan utara Bali). Kok bisa? Lalu siapa yang menggunakan pakur Mandar di sana?
Ada beberapa pulau di Kepulauan Kangean di Laut Bali (masuk wilayah administratif Provinsi Jawa Timur) yang dihuni oleh orang Mandar. Beberapa diantaranya Pulau Pagarungan Besar, Pulau Pagarungan Kecil, dan Pulau Sakala. Sekedar catatan, perahu Samuderaksa, replika perahu borobudur yang digunakan berlayar dari Indonesia ke Ghana, Afrika dibuat oleh orang-orang Mandar di Pulau Pagarungan.
Peneliti Kebudayaan Bahari asal Polman Muhammad Ridwan Alimuddin menyatakan, dari riset yang dilakukannya sejak 2005 lalu, di pulau tersebut nelayan Mandar yang masih menggunakan perahu bercadik dan layar sebagai tenaga pendorong, dipastikan menggunakan pakur. Malah banyak pakur yang berasal dari Mandar.
“Bentuk layar yang digunakan bukan lagi jenis tanjaq (segi empat), tapi jenis lete. Nelayan di Majene biasa menyebutnya layar “tigaroda”. Meski bentuknya segitiga, tapi teknik penggunaan dan konstruksi tiang layarnya berbeda dengan sandeq,” katanya. Menurut dia, Perahu Pakur adalah jenis perahu kuno. Sebab jenis layarnya masih menggunakan jenis layar tanjaq, jenis layar khas Austronesia.
Peneliti perahu dari Jepang Prof. Osozawa Katsuya mengaku jenis perahu pakur adalah salah satu bentuk evolusi perahu bercadik yang dibuat orang-orang Austronesia, yaitu penggunaan papan dek sebagai penutup lambung.
Informasi yang dihimpun, saat pelaut, nelayan, tukang perahu Mandar bersinggungang dengan teknologi pelayaran orang Eropa (karena banyak pelaut Mandar yang berlayar ke Makassar, Surabaya, hingga Tumasik/Singapura), orang Mandar mengadopsi teknik layar segitiga orang Eropa (yang juga terjadi pada perahu dagang orang Makassar).
kapal Padewakang milik pedagang Mandar, Makassar dan Bugis melayari seluruh Samudera Indonesia di antara Irian Jaya dan Semenanjung Malaya, dan sekurang-kurangnya sejak abad ke-19 secara rutin berlayar sampai ke Australia untuk mencari tripang; dalam suatu buku dari abad silam bahkan terdapat gambaran sebuah perahu padewakang yang dicap ‘perahu bajak laut asal Sulawesi di Teluk Persia’.
Kata “padewakang, paduwakang” (Sulawesi) dan “paduwang” (Madura) , mempunyai akar kata wa, wangka, waga, wangga, dan bangka dari bahsa Austronesia. Istilah tersebut diasosiasikan pada “perahu bercadik atau perahu kecil” (Adrian Horridge, The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, 1985).
Adapun pendapat lain menuliskan bahwa perahu padewakang adalah “perahu Bugis berukuran kecil yang menggunakan layar persegi, yang melintang” (Acciaioli, Searching for Good Fortune, dalam Manusia Bugis, Christian Pelras, 2006); dan “perahu dagang Bugis berukuran besar yang digunakan pada abad ke-19, dengan dua atau tiga tiang layar, berlayar persegi, dan berhaluan tinggi” (Adrian Horridge, Sailing Craft of Indonesia, 1986).
Adapun referensi utama yang memperlihatkan model/replika perahu padewakang terdapat dalam atlas etnografi Boegineesch-Hollandsch Woordenboek yang ditulis oleh ahli filologi Belanda bernama B. F. Matthes dan terbit pada tahun 1874 sebagaimana yang terdapat dalam Nusa Jawa: Silang Budaya, Volume 2: Jaringan Asia, Denys Lombard (2005).
ini dia gambar kapal padewakang
Rata-rata tinggi lambung pakur lebih satu meter. Bandingkan dengan sandeq yang biasa digunakan berlomba. Bekas balakang (kayu utuh yang dikeruk yang menjadi lunas perahu) pakur di Luwaor tingginya lebih semeter, balakang pakur sandeq Raditya (juara Sandeq Race 2007) tak sampai 50 sentimeter.
Pakur adalah perahu gempal yang bodinya tinggi, tapi panjangnya rata-rata delapan meter. Sedang sandeq lomba, lambung pendek tapi ukurannya panjang, rata-rata lebih 10 meter. Sebenarnya pakur Mandar masih bersiliweran berlayar di beberapa bagian laut Nusantara, yaitu di perbatasan Laut Jawa, Selat Makassar, dengan Laut Flores, tepatnya Laut Bali (perairan utara Bali). Kok bisa? Lalu siapa yang menggunakan pakur Mandar di sana?
Ada beberapa pulau di Kepulauan Kangean di Laut Bali (masuk wilayah administratif Provinsi Jawa Timur) yang dihuni oleh orang Mandar. Beberapa diantaranya Pulau Pagarungan Besar, Pulau Pagarungan Kecil, dan Pulau Sakala. Sekedar catatan, perahu Samuderaksa, replika perahu borobudur yang digunakan berlayar dari Indonesia ke Ghana, Afrika dibuat oleh orang-orang Mandar di Pulau Pagarungan.
Peneliti Kebudayaan Bahari asal Polman Muhammad Ridwan Alimuddin menyatakan, dari riset yang dilakukannya sejak 2005 lalu, di pulau tersebut nelayan Mandar yang masih menggunakan perahu bercadik dan layar sebagai tenaga pendorong, dipastikan menggunakan pakur. Malah banyak pakur yang berasal dari Mandar.
“Bentuk layar yang digunakan bukan lagi jenis tanjaq (segi empat), tapi jenis lete. Nelayan di Majene biasa menyebutnya layar “tigaroda”. Meski bentuknya segitiga, tapi teknik penggunaan dan konstruksi tiang layarnya berbeda dengan sandeq,” katanya. Menurut dia, Perahu Pakur adalah jenis perahu kuno. Sebab jenis layarnya masih menggunakan jenis layar tanjaq, jenis layar khas Austronesia.
Peneliti perahu dari Jepang Prof. Osozawa Katsuya mengaku jenis perahu pakur adalah salah satu bentuk evolusi perahu bercadik yang dibuat orang-orang Austronesia, yaitu penggunaan papan dek sebagai penutup lambung.
Informasi yang dihimpun, saat pelaut, nelayan, tukang perahu Mandar bersinggungang dengan teknologi pelayaran orang Eropa (karena banyak pelaut Mandar yang berlayar ke Makassar, Surabaya, hingga Tumasik/Singapura), orang Mandar mengadopsi teknik layar segitiga orang Eropa (yang juga terjadi pada perahu dagang orang Makassar).
- KAPAL PADEWAKANG
kapal Padewakang milik pedagang Mandar, Makassar dan Bugis melayari seluruh Samudera Indonesia di antara Irian Jaya dan Semenanjung Malaya, dan sekurang-kurangnya sejak abad ke-19 secara rutin berlayar sampai ke Australia untuk mencari tripang; dalam suatu buku dari abad silam bahkan terdapat gambaran sebuah perahu padewakang yang dicap ‘perahu bajak laut asal Sulawesi di Teluk Persia’.
Kata “padewakang, paduwakang” (Sulawesi) dan “paduwang” (Madura) , mempunyai akar kata wa, wangka, waga, wangga, dan bangka dari bahsa Austronesia. Istilah tersebut diasosiasikan pada “perahu bercadik atau perahu kecil” (Adrian Horridge, The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, 1985).
Adapun pendapat lain menuliskan bahwa perahu padewakang adalah “perahu Bugis berukuran kecil yang menggunakan layar persegi, yang melintang” (Acciaioli, Searching for Good Fortune, dalam Manusia Bugis, Christian Pelras, 2006); dan “perahu dagang Bugis berukuran besar yang digunakan pada abad ke-19, dengan dua atau tiga tiang layar, berlayar persegi, dan berhaluan tinggi” (Adrian Horridge, Sailing Craft of Indonesia, 1986).
Adapun referensi utama yang memperlihatkan model/replika perahu padewakang terdapat dalam atlas etnografi Boegineesch-Hollandsch Woordenboek yang ditulis oleh ahli filologi Belanda bernama B. F. Matthes dan terbit pada tahun 1874 sebagaimana yang terdapat dalam Nusa Jawa: Silang Budaya, Volume 2: Jaringan Asia, Denys Lombard (2005).
ini dia gambar kapal padewakang
gambar kapal padewakang (sumber : mandar online)
Tipe perahu tradisional jenis padewakang ini menggambarkan dengan baik sifat-sifat perahu Nusantara sejak kedatangan kekuatan kolonial, yaitu sebuah lambung yang –menurut standar Eropa– berukuran sedang yang dilengkapi dengan satu sampai dua geladak, kemudi samping dan layar jenis tanjaq yang dipasang pada sebatang tiang tripod tanpa laberang.
Keuntungan layar fore-and-aft semakin jelas bagi para pelaut Sulawesi, sehingga mereka berusaha untuk mengkombinasikannya dengan layar tanjaq yang selama ini terbukti sesuai dengan kondisi-kondisi pelayaran mereka. Salah satu hal yang secara pasti menjadi hambatan bagi para pelaut itu disebutkan oleh Wallace – layar fore-and-aft pada tiang buritan dan tamberang haluan terbuat dari kain kanvas, sedangkan layar-layar tanjaq terdiri dari tenunan daun gebang yang disebut “karoroq”.Sampai saat ini belum ada pendapat yang bisa membuktikan asal perahu padewakang, Untuk menyimpulkan amat sulit sebab hampir semua komunitas pelaut di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Bajau) dan Sulawesi Barat (Mandar) menggunakan perahu padewakang. Menyebut berasal dari Sulawesi pun belum kuat, sebab di Madura pun ada. Belum lagi bila kita melihat relief perahu di Candi Borobudur (dibuat 1000 tahun lalu) yang bentuknya ada kemiripan dengan perahu padewakang.
- KAPAL GOLEKAN LETE
kapal golekan lete merupakan jenis kapal tradisional indonesia yang berasal dari Madura dan banyak ditemui di hampir semua pelabuhan besar pantai utara Jawa-Madura, terutama di Pelabuhan Kali Mas, Surabaya, Jawa Timur.
ini dia gambar kapal tradisional di indonesia jenis perahu golekan lete
gambar kapal tradisional di indonesia jenis perahu golekan lete
sekian dulu ya postingan saya dan akan masih tetap berlanjut, demikian postingan saya mengenai kapal tradisional di indonesia
0 Response to "5 Jenis Kapal Tradisional Indonesia"
Posting Komentar