"Pungutan ini bisa mencapai Rp40 juta hingga Rp50 juta. Padahal biaya sesungguhnya tidak seperti itu," kata Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Pusat Hanafi Rustandi, di Denpasar, Rabu (3/10).
Di sela-sela acara seminar Internasional Kesejahteraan Pelaut dan Perikanan se-Asia Tenggara itu, ia mengatakan, kondisi itu telah berlangsung lama dan terdengar hingga ke dunia internasional sehingga berhembus kesan Bali menjadi surga percaloan pelaut.
"Kerap ada cibiran Bali dikatakan surga percaloan pelaut. Imej ini harus kita hapus," ucapnya.
Hanafi meminta Pemprov Bali menertibkan hal itu dengan cara Gubernur Bali harus mengeluarkan surat keputusan (SK) yang isinya sesuai dengan isi konsolidasi Maritime Labour Convention (MLC) 2006 yang akan segera diberlakukan secara paksa. Di dalam MLC terbaru itu disebutkan dalam penempatan dan perekrutan pelaut tidak diperbolehkan ada biaya. Kalaupun ada biaya harus diatur secara transparan melalui SK gubernur tersebut.
"Selama ini biaya yang dikenakan oleh para agen pelaut tidak pernah disampaikan secara transparan. Saat dikenakan biaya pelatihan, para calon pelaut kerap tidak mendapat kuitansi dan pelatihannya pun sangat singkat," katanya.
Sementara itu Ketua KPI Bali Dewa Nyoman Budiarsa mengatakan, tingginya pungutan yang dikenakan selama ini pada calon pelaut merupakan bentuk eksploitasi. Itu terjadi karena tidak ada aturan yang komprehensif yang mengatur hal tersebut.
"Aturan yang mengatur tentang kelautan semua terpisah. Departemen ketenagakerjaan punya aturan sendiri, organisasi kepelautan punya aturan sendiri. Tidak pernah ada MLC yang dalam ratifikasinya seluruh pemangku kepentingan duduk bersama menyepakati aturan yang sebenarnya seperti apa sehingga kita kecolongan terus," katanya.
Budiarsa menambahkan pihaknya siap menerima aduan dari calon pelaut jika ada agen yang hendak memungut biaya tinggi agar tidak menjadi korban eksploitasi para agen nakal. Ia meminta calon pelaut juga berhati-hati terhadap iklan yang menawarkan pekerjaan di kapal pesiar. Ketika ada iklan sebaiknya dikonfrontasi pada pihak pemerintah seperti Dinas Tenaga Kerja dan BP3TKI Denpasar.
"Kami juga berharap Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Bali berjalan beriringan dan jangan berbenturan dengan BP3TKI Denpasar karena itu akan membuat calon pelaut dan agen kebingungan," katanya.
Di tempat terpisah Kepala BP3TKI Denpasar Wayan Pageh mengatakan, pihaknya telah berupaya menertibkan pungutan itu dengan mengeluarkan surat edaran bersama BP3TKI Denpasar dan Disnakertrans Bali. Namun masih ada saja beberapa agen yang membandel bahkan melakukan perlawanan dengan berbagai cara yang tidak fair.
"Kami di BP3TKI kerap mendapat surat kaleng yang kami duga dari PPTKIS yang merasa dirugikan dengan penertiban ini karena mereka tidak lagi bisa memungut biaya tinggi. Kami berharap mereka sadar karena ini demi kepentingan masyarakat Balik hususnya para TKI pelaut. Para TKI juga jangan mau dihasut dan dibodohi," katanya
0 Response to "Pelaut Bali Jadi Objek Eksploitasi"
Posting Komentar