MISTERI: Lokasi penemuan kapal karam yang diduga pada jaman kolonial Belanda di bawah aliran Bengawan Solo di Dusun Bandung Desa Kalangan Kecamatan Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur. Proses evakuasi belum bisa dilakukan karena membuntuhkan alat berat. Foto: Guslan Gumilang/Jawa Pos
Sebulan lalu warga Ngawi dan Bojonegoro digegerkan penemuan bangkai kapal kuno yang terkubur di dasar Sungai Bengawan Solo. Sayangnya, hingga kini kapal peninggalan Belanda itu belum bisa dievakuasi.
ANGGIT SATRIYO NUGROHO, Bojonegoro
SEBULAN lalu Kaslan dan warga Dusun Bandung, Desa Kalangan, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, mendapat berkah tiban. Mereka menemukan bangkai kapal di dasar Sungai Bengawan Solo yang melintas di dusun itu. Bahkan, warga berhasil mengangkat serpihan lambung kapal tersebut. Bentuknya seperti daun pintu rumah dari baja.
Temuan itu dengan cepat menarik perhatian warga yang penasaran ingin mengetahui bentuk bangkai kapal peninggalan Belanda tersebut. Mereka rela berjalan lebih dari 2 kilometer menuju dusun di pinggir hutan jati itu. Padahal, jalan yang dilalui belum diaspal dan penuh bebatuan.
Namun, warga harus menelan kekecewaan karena kapal kuno yang konon berusia ratusan tahun itu tak tampak di permukaan. Yang terlihat hanya aliran sungai legendaris tersebut. Menurut Kaslan, bangkai kapal itu belum bisa diangkat karena keterbatasan alat. Warga sudah berkali-kali mengupayakan pengangkatan dengan alat seadanya, tapi selalu gagal.
"Sejauh ini baru bisa diangkat dua lempengan lambung kapal sebesar daun pintu," ujar Kaslan yang ikut dalam evakuasi kapal yang belum diketahui identitasnya itu.
Pada musim hujan seperti saat ini, upaya evakuasi harus dihentikan karena debit air Bengawan Solo meningkat. Arusnya juga cukup deras, sehingga membahayakan orang yang bekerja di atasnya. Evakuasi mungkin baru bisa dilakukan ketika musim kemarau nanti.
"Musim penghujan telanjur datang, sehingga kami nggak berani lagi melakukan evakuasi. Kami benar-benar mengalami kesulitan untuk mengangkatnya," ujar warga Dusun Bandung tersebut.
Dia menceritakan, penemuan bangkai kapal tersebut bermula dari jaring penangkap ikan milik warga desa setempat yang nyantol ke sebuah potongan besi di dasar sungai. Warga lalu menyelam hingga kedalaman 10 meter untuk melepas jaring ikannya. Si warga itu sangat kaget mengetahui jaring ikannya ternyata menyangkut di bangkai kapal yang karam.
Sejak itulah kabar penemuan kapal di Sungai Bengawan Solo menyebar ke pelosok desa. Sejumlah warga kemudian menyelam ke dasar sungai untuk "mengidentifikasi" bangkai kapal yang diyakini merupakan peninggalan Belanda tersebut.
Menurut Kaslan, untuk ukuran Kali Bengawan Solo, bangkai kapal tersebut tergolong cukup besar. Panjangnya diperkirakan 25 meter dan lebar mencapai 8 meter.
Kapal itu karam dengan badan membujur, tidak melintang, sehingga tidak sampai menutup badan sungai. Menurut Kaslan, selama ini belum pernah ada warga yang mengetahui bahwa di dasar sungai itu terdapat bangkai kapal.
"Ya baru setelah ada jaring ikan milik warga yang nyangkut besi itulah diketahui bahwa di dalam sungai ada bangkai kapal. Padahal, di sekitar sini banyak penambang pasir lho," papar pria yang sehari-hari menjadi petani itu.
Keyakinan bahwa kapal tersebut adalah peninggalan Belanda muncul setelah warga berhasil mengangkat lempengan baja dari lambung kapal. "Melihat bahannya dari baja, mungkin bangkai kapal ini peninggalan Belanda. Bukan peninggalan zaman kerajaan," kata Kaslan menganalisis.
Terlebih, tak jauh dari penemuan bangkai kapal itu, terdapat benteng Van den Bosch atau yang disebut warga Benteng Pendem. Benteng Belanda itu terletak di titik pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun di Ngawi. "Kami yakin (bangkai kapal) itu peninggalan Belanda setelah menghubungkan dengan Benteng Pendem," katanya.
Selain itu, zaman dulu Bengawan Solo dikenal sebagai sungai yang menjadi jalur utama lalu lintas air. Pengiriman barang dari Surakarta (Jateng) ke Gresik (Jatim) selalu melalui sungai yang ngetop berkat lagu karya Gesang itu.
Sampai sekarang, artefak (peninggalan sejarah) zaman penjajahan tersebut masih bisa disaksikan di Desa Kalangan, Bojonegoro. Di sana terdapat sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang tinggal fondasi-fondasinya.
Menurut catatan, penemuan bangkai kapal di Bengawan Solo tidak hanya kali ini. Dua tahun lalu, misalnya, ditemukan bangkai kapal di aliran Bengawan Solo di Kecamatan Ngraho dan Kecamatan Malo. Dua kapal tersebut diduga berasal dari tahun 1300-an. Kapal-kapal tersebut diidentifikasi berasal dari luar (Nusantara). Salah satunya dari kerajaan di Bangkok, Thailand.
Kaslan mengungkapkan, sejauh ini warga sudah berusaha mengangkat kapal tersebut ke permukaan. Mereka sampai menyewa alat berat berupa katrol besar milik pabrik semen. Namun, karena ukuran kapal yang besar dan berat, pengangkatan itu belum membuahkan hasil.
"Kami memang sempat urunan untuk menyewa katrol itu. Namun, belum ada hasilnya," jelas Kaslan. "Kami hanya mampu mendapatkan serpihan lambungnya seukuran pintu itu," tambahnya.
Kepala Dusun Bandung Suroto menjelaskan, kondisi potongan lambung kapal yang berhasil diangkat dari dasar sungai tersebut cukup unik. Sambungan bajanya tidak dilas. "Baja-baja itu hanya dikeling. Ini cukup unik," ungkapnya.
Karena penasaran, Suroto menelusuri jembatan bikinan Belanda di Ngawi. Hasilnya, dia menemukan kesamaan dalam proses penyambungan baja antara temuan di bangkai kapal dan baja di jembatan. Yakni, sama-sama dikeling.
Sampai sekarang, temuan besar di Bengawan Solo itu belum menarik perhatian Pemkab Bojonegoro maupun Ngawi. "Belum ada satu pun pihak pemerintah yang menanyakan, apalagi meninjau lokasi penemuan bangkai kapal ini."
Bila berhasil diangkat, Suroto berharap bangkai kapal tersebut tak dibawa ke luar Dusun Bandung. Warga telah memutuskan untuk menempatkan bangkai kapal itu sebagai monumen.
Dengan begitu, Dusun Bandung tidak akan terisolasi lagi. Minimal pemerintah bersedia mengaspal jalan masuk ke dusun tersebut. "Kapal itu berkah bagi kami. Karena itu, dusun kami harus mendapat manfaat," tegasnya
ANGGIT SATRIYO NUGROHO, Bojonegoro
SEBULAN lalu Kaslan dan warga Dusun Bandung, Desa Kalangan, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, mendapat berkah tiban. Mereka menemukan bangkai kapal di dasar Sungai Bengawan Solo yang melintas di dusun itu. Bahkan, warga berhasil mengangkat serpihan lambung kapal tersebut. Bentuknya seperti daun pintu rumah dari baja.
Temuan itu dengan cepat menarik perhatian warga yang penasaran ingin mengetahui bentuk bangkai kapal peninggalan Belanda tersebut. Mereka rela berjalan lebih dari 2 kilometer menuju dusun di pinggir hutan jati itu. Padahal, jalan yang dilalui belum diaspal dan penuh bebatuan.
Namun, warga harus menelan kekecewaan karena kapal kuno yang konon berusia ratusan tahun itu tak tampak di permukaan. Yang terlihat hanya aliran sungai legendaris tersebut. Menurut Kaslan, bangkai kapal itu belum bisa diangkat karena keterbatasan alat. Warga sudah berkali-kali mengupayakan pengangkatan dengan alat seadanya, tapi selalu gagal.
"Sejauh ini baru bisa diangkat dua lempengan lambung kapal sebesar daun pintu," ujar Kaslan yang ikut dalam evakuasi kapal yang belum diketahui identitasnya itu.
Pada musim hujan seperti saat ini, upaya evakuasi harus dihentikan karena debit air Bengawan Solo meningkat. Arusnya juga cukup deras, sehingga membahayakan orang yang bekerja di atasnya. Evakuasi mungkin baru bisa dilakukan ketika musim kemarau nanti.
"Musim penghujan telanjur datang, sehingga kami nggak berani lagi melakukan evakuasi. Kami benar-benar mengalami kesulitan untuk mengangkatnya," ujar warga Dusun Bandung tersebut.
Dia menceritakan, penemuan bangkai kapal tersebut bermula dari jaring penangkap ikan milik warga desa setempat yang nyantol ke sebuah potongan besi di dasar sungai. Warga lalu menyelam hingga kedalaman 10 meter untuk melepas jaring ikannya. Si warga itu sangat kaget mengetahui jaring ikannya ternyata menyangkut di bangkai kapal yang karam.
Sejak itulah kabar penemuan kapal di Sungai Bengawan Solo menyebar ke pelosok desa. Sejumlah warga kemudian menyelam ke dasar sungai untuk "mengidentifikasi" bangkai kapal yang diyakini merupakan peninggalan Belanda tersebut.
Menurut Kaslan, untuk ukuran Kali Bengawan Solo, bangkai kapal tersebut tergolong cukup besar. Panjangnya diperkirakan 25 meter dan lebar mencapai 8 meter.
Kapal itu karam dengan badan membujur, tidak melintang, sehingga tidak sampai menutup badan sungai. Menurut Kaslan, selama ini belum pernah ada warga yang mengetahui bahwa di dasar sungai itu terdapat bangkai kapal.
"Ya baru setelah ada jaring ikan milik warga yang nyangkut besi itulah diketahui bahwa di dalam sungai ada bangkai kapal. Padahal, di sekitar sini banyak penambang pasir lho," papar pria yang sehari-hari menjadi petani itu.
Keyakinan bahwa kapal tersebut adalah peninggalan Belanda muncul setelah warga berhasil mengangkat lempengan baja dari lambung kapal. "Melihat bahannya dari baja, mungkin bangkai kapal ini peninggalan Belanda. Bukan peninggalan zaman kerajaan," kata Kaslan menganalisis.
Terlebih, tak jauh dari penemuan bangkai kapal itu, terdapat benteng Van den Bosch atau yang disebut warga Benteng Pendem. Benteng Belanda itu terletak di titik pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun di Ngawi. "Kami yakin (bangkai kapal) itu peninggalan Belanda setelah menghubungkan dengan Benteng Pendem," katanya.
Selain itu, zaman dulu Bengawan Solo dikenal sebagai sungai yang menjadi jalur utama lalu lintas air. Pengiriman barang dari Surakarta (Jateng) ke Gresik (Jatim) selalu melalui sungai yang ngetop berkat lagu karya Gesang itu.
Sampai sekarang, artefak (peninggalan sejarah) zaman penjajahan tersebut masih bisa disaksikan di Desa Kalangan, Bojonegoro. Di sana terdapat sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang tinggal fondasi-fondasinya.
Menurut catatan, penemuan bangkai kapal di Bengawan Solo tidak hanya kali ini. Dua tahun lalu, misalnya, ditemukan bangkai kapal di aliran Bengawan Solo di Kecamatan Ngraho dan Kecamatan Malo. Dua kapal tersebut diduga berasal dari tahun 1300-an. Kapal-kapal tersebut diidentifikasi berasal dari luar (Nusantara). Salah satunya dari kerajaan di Bangkok, Thailand.
Kaslan mengungkapkan, sejauh ini warga sudah berusaha mengangkat kapal tersebut ke permukaan. Mereka sampai menyewa alat berat berupa katrol besar milik pabrik semen. Namun, karena ukuran kapal yang besar dan berat, pengangkatan itu belum membuahkan hasil.
"Kami memang sempat urunan untuk menyewa katrol itu. Namun, belum ada hasilnya," jelas Kaslan. "Kami hanya mampu mendapatkan serpihan lambungnya seukuran pintu itu," tambahnya.
Kepala Dusun Bandung Suroto menjelaskan, kondisi potongan lambung kapal yang berhasil diangkat dari dasar sungai tersebut cukup unik. Sambungan bajanya tidak dilas. "Baja-baja itu hanya dikeling. Ini cukup unik," ungkapnya.
Karena penasaran, Suroto menelusuri jembatan bikinan Belanda di Ngawi. Hasilnya, dia menemukan kesamaan dalam proses penyambungan baja antara temuan di bangkai kapal dan baja di jembatan. Yakni, sama-sama dikeling.
Sampai sekarang, temuan besar di Bengawan Solo itu belum menarik perhatian Pemkab Bojonegoro maupun Ngawi. "Belum ada satu pun pihak pemerintah yang menanyakan, apalagi meninjau lokasi penemuan bangkai kapal ini."
Bila berhasil diangkat, Suroto berharap bangkai kapal tersebut tak dibawa ke luar Dusun Bandung. Warga telah memutuskan untuk menempatkan bangkai kapal itu sebagai monumen.
Dengan begitu, Dusun Bandung tidak akan terisolasi lagi. Minimal pemerintah bersedia mengaspal jalan masuk ke dusun tersebut. "Kapal itu berkah bagi kami. Karena itu, dusun kami harus mendapat manfaat," tegasnya
0 Response to "Menelusuri Misteri Kapal Kuno di Dasar Bengawan Solo"
Posting Komentar