Sabtu, 29 Desember 2012

Hukum Maritim: CHARTER KAPAL

Hukum Maritim: CHARTER KAPAL 
Pengaturan charter kapal dalam hukum Indonesia terdapat pada Bab V Buku II Kitab Undang - Undang Hukum Dagang. Adapun yang dimaksud dengan pencharteran kapal adalah pemakaian / pengoperasian kapal milik orang lain yang sudah dilengkapi awak kapal beserta peralatannya dengan imbalan bayaran. 

A. Pencharteran Kapal Menurut KUHD

Pengaturan charter kapal dalam hukum Indonesia terdapat pada Bab V Buku II Kitab Undang - Undang Hukum Dagang. Adapun yang dimaksud dengan pencharteran kapal adalah pemakaian / pengoperasian kapal milik orang lain yang sudah dilengkapi awak kapal beserta peralatannya dengan imbalan bayaran.
Penyewaan kapal tanpa awak kapal, berasal dari hukum asing, yang dalam hukum Indonesia dapat disamakan dengan istilah “menyewa” kapal untuk mana pengaturannya terdapat pada Bab VII Buku III Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.
Pasal453 KUHD membagi pencharteran kapal dalam :
-         Charter menurut waktu;
-         Charter menurut perjalanan;
Pasal 454 KUHD adalah mengenai akta persetujuan charter yang dinamakan charter - party, jika dikehendaki masing-masing pihak. Pasal 455 KUHD adalah mengenai pihak perantara (broker). Pasal 458 KUHn adalah mengenai pemutusan persetujuan (cancelling date) pada pihak pencharteran. Pasal 459 KUHD mengatur tentang hak pihak pencharteran untuk mengadakan pemeriksaan akhir sebelum pemakaian kapal. Pasal 460 KUHD membebani pemilik kapal kewajiban untuk menyiapkan kapal menjadi laik laut dan tanggung-jawabnya atas kerugian pencharteran sebagai akibat tidak laik lautnya kapal. Pasal 462, 463 dan 464 KUHD mengatur mengenai berakhirnya masa pencharteran kapal dan sebab-sebabnya.
Pasal 460 – 465 dan 518h – 520f berisikan ketentuan-ketentuan tentang charter menurut perjalanan.
Pasal 518 – 518g KUHD menyangkut charter menurut waktu. Beberapa pokok dalam pencharteran menurut waktu :
-         Pihak pencharter berhak mencharterkan kembali kapal kepada pihak ketiga (bertindak sebagai disponent owner);
-         Penggunaan ruang sisa (oleh pihak pemilik kapal) hanya dibenarkan seijin pencharteran;
-         Dalam hal penerimaan, pengangkutan muatan maka, Nakhoda harus mentaati perintah-perintah pencharteran;
-         Pencharteran tidak boleh melayarkan kapal ke tempat yang, tidak dapat dimasuki kapal dan berlabuh tidak aman;
-         Perhitungan yang diadakan jika terdapat perbedaan daya muat menurut charter party dengan dengan kenyataannya;
-         Pemberlakuan KUHD (termasuk perjanjian yang diadakan di luar negeri), kecuali ada persetujuan lain.
Beberapa pokok dalam charter menurut perjalanannya :
-         Pihak pencharter tidak boleh mengadakan perjanjian charter menurut perjalanan dengan pihak ketiga, kecuali dalam charter - party kepadanya diberikan hak untuk itu;
-         Penggunaan ruang kapal yang tersisa;
-         Tanggung-jawab pemilik kapal atas daya muat yang lebih besar dibandingkan yang tercatat dalam charter - party;
-         Pelabuhan bongkar-muat yang aman;
-         Penyerahan barang yang akan dimuat;
-         Ketepatan waktu mengerjakan muatan oleh pihak pemilik kapal;
-         Cara memberitahukan pihak pencharter tentang kesiapan kapal menerima muatan;
-         Prosedir pemutusan persetujuan oleh pihak pencharteran yang tidak mampu menyediakan muatan sebagaimana yang disepakati; .
-         Ketentuan-ketentuan mengenai hari labuh, hari kelambatan, hari kecepatan serta uang denda kelambatan dan bonus kecepatan;
-         Pembayaran ganti rugi untuk kurangnya muatan oleh pencharteran kepada pemilik kapal;
-         Kewajiban pemilik kapal mengganti kerugian kepada pencharter jika kapal tidak dapat melaksanakan pelayaran atau tidak dapat digunakan “sejak permulaan”;
-         Penyerahan barang berdasarkan konosemen;
-         Pembayaran sewa kapal;
-         Gugurnya persetujuan karena tindakan pemerintah sebuah negara, karena perang dan sebagainya;
-         Pemberlakuan KUHD, kecuali ada perjanjian lain.

B. Jenis - Jenis perjanjian Charter

1.   Bareboat charter

Pemilik kapal menyewakan kapal untuk ketentuan, dimana pihak pencharter bukan saja diberikan hak pengoperasian kapal, melainkan juga diberikan tanggung-jawab mengawaki dan merawat kapal.
Sebagai ketentuan umum, berlaku beberapa persyaratan serta tanggungjawab yang diatur sebagai berikut :
-         Tarif sewa didasarkan pada bobot mati musim panas (sumer deadweight) dan dibayar tiap bulan dan diselesaikan melalui pembayaran dimuka;
-         Pencharteran berhak menunjuk Nakhoda dan awak kapal, namun untuk nakhoda dan kepala Kamar Mesin dengan persetujuan pihak pemilik kapal;
-         Pencharter diberikan penguasaan penuh atas kapal dan segala biaya eksploitasi kapal, termasuk biaya reparasi survey kapal menjadi bebannya;
-         Asuransi kapal menjadi beban milik kapal jika dicantumkan syaratnya dalam perjanjian sewa-menyewa kapal;
-         Kapal digunakan untuk pelayaran yang sah (lawful trades);
-         Tidak dibenarkan, mengadakan perubahan-perubahan pada bangunan kapal oleh pihak pencharter tanpa persetujuan dari pihak pemilik kapal
-         Penyerahan kembali pada akhir masa charter harus dalam keadaan yang sama, dengan pengecualian keausan (wear and tear) yang wajar.

2.   Time charter

Pemilik kapal memberikan kebebasan kepada pencharter untuk menggunakan kapa1nya selama jangka waktu tertentu. Biaya-biaya yang menjadi tanggungan pemilik kapal : Awak kapal, reparasi, minyak pelumas, survey, dan asuransi.
Tanggungan pencharter : Biaya bahan bakar, bea-bea pelabuhan, bongkar-muat, air ketel (kapal uap), air minum dan lain-lain biaya eksploitasi. Tarif charter didasarkan waktu dan tiap ton bobot mati pada musim panas.

3.   Voyage charter

Jenis charter menurut jumlah pelayaran / perjalanan dan tarif sewa dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sebagai mana dijanjikan, sehingga sewa kapal tidak berbeda dengan uang tambang (freight). Jenis charter ini juga disebut deadweight charter. Apakah ruang kapal digunakan seluruhnya atau sebagian, pencharteran wajib membayar sewa kapal sebagaimana yang dijanjikan.

C. Latar belakang pengadaan charter party

1.   Bareboat charter :
sebagai alternatif bagi mereka yang dapat mengelola kapal, namun tidak memiliki modal cukup untuk membeli kapal;
2.   Time charter:
menguasai kapal tanpa memilikinya atau mengoperasikan kapal yang siap pakai;
3.   Voyage charter :
pencharter memerlukan angkutan untuk memenuhi volume tertentu, ketiadaan kapal pada jurusan tertentu dan freight lebih murah.

D. Dokumen - Dokumen Baku

Charter-party merupakan suatu akta mengenai perjanjian sewa-menyewa ruangan kapal, yang menjabarkan sejumlah persyaratan dan untuk berbagi jenis angkutan terdapat dokumen-dokumen yang sudah dibakukan (standarized form of document). Demikian juga halnya dokumen untuk time charter berbeda dari dokumen voyage charter. Hal mana berlatar belakang pada tujuan perjanjiannya.
Ada beberapa lembaga maritime yang mengkhususkan diri dalam soal pencharteran, antara lain The Chamber of Shipping, The Baltic Exchange dan new york produce Exchange.
Formulir-formulir dalam time charter merupakan dokumen-dokumen yang telah mendapatkan persetujuan Chamber of Shipping, adalah
-         The Baltic and Internasional Maritime Conference - Uniform Time Charter (London) dengan nama singkatan / kodc Baltime, yang mengutamakan kcpentingan para pemilik kapal;
-         Time Charter Government Form yang disetujui olch The New York Produce Exchange (New York) dengan nama singkatan / kode Prodllce yang menyesuaikan diri dengan situasi perdagangan sehingga para pedagang cenderung memilih dokumen ini.
Formulir-formulir dalam voyage charter yang merupakan dokumen-dokumen yang telah disetujui oleh Chamber of Shipping (Inggris) dan juga oleh Internasional Maritime Conference, adalah :
-         Uniform General Charter Party dengan nama kode Gencon, khusus untuk pengangkutan general cargo;
-         Australia Grain Charter Party dengan nama kode Austral digunakan untuk pengangkutan gandum dari Australia.

E.   Syarat - Syarat Charter Party

Sejumlah persyaratan (clauses) ditetapkan untuk perjanjian charter
-         Nama dari pihak - pihak yang mengikatkan diri : pencharter dan pemilik kapal ;
-         Nama kapal dan “ waranty of seaworthinees” (janji kelaikan laut) dapat berbentuk “good ship' classed 100 AI at BKI” , yang penting adalah bahwa kapal laik laut selama charter party berlaku;
-         Ukuran kapal, yang dijabarkan dalam tonase kapal (bersih / kotor);
-         Pelabuhan bongkar-muat, yang tidak diperlukan untuk time charter, namun sebagai pengganti harus mencantumkan tanggal penyerahan dan tanggal penyerahan kembali (delivery & redelivery date);
-         Muatan yang diangkut, yang dalam voyage charter dirinci bersama jumlah yang akan diangkut, sedangkan untuk time charter tidak diperlukan dan sebagai pengganti dimasukkan jarak pelayaran (radius of trading) seperti “world - wide radius, ice - bound ports excepted”;
-         Posisi kapal, hanya untuk voyage charter melalui suatu pernyataan yang tepat, dan terinci, sesuatu yang dikemudian hari dapat' dituntut oleh pencharter jika tidak benar , sedangkan untuk time charter diganti dengan tanggal dan tenpat penyerahan;
-         Pembayaran, untuk voyage charter dengan uang tambang berdasarkan jumlah yang diangkut dan untuk time charter dengan sewa untuk jangka waktu perjanjian;
-         Hari labuh dan cara perhitungannya, hanya untuk voyage charter;
-         Hari demurrage dan dispatch serta tarifnya jika hari bongkar-muat kurang dari yang ditetapkan, pemilik kapal membayar dispatch money sebagai imbalan / hadiah untuk waktu yang diselamatkan, sedangkan untuk hari bongkat-muat lebih demurrage dibayarkan kepada pemilik kapal sebagai kompensasi untuk waktu hilang;
-         Brokerage clause, menentukan tarif untuk perantara;
-         Lien clause, memberikan kepada pemilik kapal hak menahan muatan jika freight atau hire belum dibayar;
-         Act of god clause, identik dengan clause yang tercantum dalam The hague rules (konosemen);
-         Exemptions from liability clause, mencakup sejumlah peristiwa dimana pemilik kapal dapat meminta pembebasan, seperti;
+         Barratry, tindakan penyelewengan nakhoda / awak kapal;
+         Capture and seizure, pengambil-alihan secara paksa dari kapal;
+         Restrain of princes, terganggunya pelayaran karena adanya tindakan penguasaan seperti embargo, pembatasan muatan dll;
+         Perils of the sea
-         Average clause, yang menentukan bahwa jika terjadi general average, maka pembayaran dilakukan menurut York - Antwerp Rules;
-         Arbitration clause, menentukan ketentuan melaksariakan arbitrase jika terjadi sengketa;
-         Penalty for non - fulfilment clause, menjabarkan jumlah yang harus dibayar untuk penyimpangan dalam pelaksanaan perjanjian charter;
-         Sub -letting clause, jika terjadi sub - charter dalam charter party;
-         Deviation and salvage clause, pengaturan deviasi dan pertolongan;
Khusus untuk time charter clauses dimasukkan :
-         Fuel and port charges, yang harus dibayar oleh pencharter;
-         Breakdown clause, juga disebut Off - hire clause (lihat hal. 79);
-         Return of overpaid hire if vessels is lost;
-         Charter's right to complain of master and chief engineer;
-         Charter’s obligation to provide master with full sailing directions;
-         Bunker clause, yang menentukan harga sisa bahan bakar menurut 2 cara cost : price (harga beli) atau current price (harga pasar).
-         Off - hire clause, merupakan salah satu syarat untama dalam time charter dan adalah kebalikan dari kewajiban pencharteran ·untuk membayar sewa. Adalah kewajiban pencharter membayar sewa charter selama kurun waktu charter. Umumnya sewa charter didasarkan pada jumlah tonase bobot mati kapal dan dibayarkan dimuka :
+         Untuk satu bulan penuh (Baltime) atau;
+         Untuk semi - bulanan (Prodece), tetapi juga dengan cara;
+         Join venture dengan menggunakan “basic rate” (pembagian merata jika pencharter menerima penghasilan lebih).
Persoalan yang timbul : apakah pencharter harus membayar sewa untuk kurun waktu dimana kapal tidak melakukan tugasnya karena mengalami hambatan (kerusakan mesin, kerusakan akibat tubrukan, kandas atau karena ombak) ?
Sebagaimana diketahui, dunia pelayaran mengenal dua bentuk perjanjian charter waktu yang banyak digunakan untuk muatan kering : Baltime dan Produce. Dokumen Baltime yang disusun oleh BIMCO lebih menguntungkan bagi pihak pemilik kapal, dibandingkan dokumeri Produce, rumus New York Produce Exchange (lihat hat. 77).
Dalam dokumen Produce tercantum asas-asas tersebut melalui ungkapan : “That in the event og the loss of time from defiency of men or stores, fire, breakdown or damages to hull, machinery or, the payment of hire shall cease for the time thereby lost; and if upon the voyage the speed be reduced by defect in or breakdown af any part of her hull, machinery or equipment; the time so lost, and the cost of any extra fuel cons.umed in co.nsequence there of, and all extra expenses shall be deducted from the hire”. Dengan demikian terganggunya operasi kapal karena kerusakan, pihak pencharter tidak lagi berkewajiban membayar sewa untuk waktu yang hilang.
Sedangkan dalam Baltime charter party diungkapkan : “…breakdown of machinery, damage to hull or other accident, either hindering or preventing the working of the vessel and continuing for more than twentyfour consecutive hours, no hire to be paid in respect of any time lost thereby during the period in which the vessel is unable to perform the service”.
Salah perbedaan mengenai off-hire clause pada Prodece dan Baltime, menyangkut waktu yang hilang karena “kecelakaan muatan” 9 muatan bergeser dan terancam akan jatuh ke laut) yang memerlukan kapal menyinggahi pelabuhan darurat untuk keperluan pemadatan kembali (restowage). Menurut dokumen Produce : kapal terkena off - hire, sedangkan menurut Baltime : beban adalah pada pencharter, yaitu pihak pencharter tetap membayar sewa walaupun waktu yang hilang itu disebabkan kecelakaan tadi.
Daftar syarat-syarat ketiga merupakan syarat-syarat yang dapat dimasukkan kedalam voyage charter :
-         Limitation of liability clause, yang juga banyak dikenal sebagai Cesser clause yang mengatur bahwa tanggung-jawab pencharteran berakhir pada saat barang-barang dimuat kedalam kapal serta diselesaikannya tagihan-tagihan;
-         Deadweight all told (DWAT), dimaksudkan bahwa dalam deadweight termasuk : muatan, bahan bakar dan perbekalan untuk membedakan dari cargo deadweight;
-         Collectfreight, uang tambang dibayar di pelabuhan pembongkaran;
-         Full reach and burden, pencharter hanya dapat menggunakan ruang muatan (termasuk geladak) untuk barang-barang yang akan diangkut;
-         Free alongside ship (fas), pencharter / pengirim barang membawa barang-barangnya kesamping dekat lambung kapal sampai terkait pada derek atas biayanya;
-         Free in and out, stowed and trimmed (fiost), biaya stevador didalam kapal untuk memadat dan meratakan menjadi beban pencharter;
-         Per like day, dimasukkan agar demurrage dihitung seperti halnya menghitung laydays untuk mencegah dilakukannya per hitung an demurrage secara terus-menerus termasuk hari minggu / libur;
-         Laydays reversible, laydays di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar digabung perhitungannya;
-         Reporting day, hari mulai kapal melaporkan diri dimana Nakhoda menyerahkan Notice of Readiness (NOR) beserta Certificate of Delivery (CID) kepada pencharter.
Penerbitan atas beberapa istilah hari :
-         Laydays, pengertian hari untuk menyusun timesheet dan menentukan demurrage dan dispatch;
-         Days, hari takwin yang lamanya 24 jam (00.00 - 24.00);
-         Working days (WD) , hari kerja diluar hari minggu / libur;
-         Running days, hari yang dihitung terus-menerus termasuk hari Minggu / Libur, tidak dipersoalkan cuaca buruk;
-         Weather working days (WWD), hari bongkat-muat yang dimungkinkan oleh cuaca;
-         Weather days of 24 consecutive hours Sunday and Holidays excepted, hari bongkar-muat dalam 24 jam berturut-turut dan tidak termasuk cuaca buruk serta pengecualian hari Minggu / Libur.
Pembuatan Timesheet
Tujuan dari pada penyusunan timesheet adalah untuk menentukan demurrage / dispatch, mendapatkan gambaran perihal pemakaian waktu tiap-tiap hari untuk pemuatan / pembongkaran. Timesheet yang demikian disusun atas dasar waktu yang sesungguhnya (actual time) yang dipergunakan (actual timesheet) untuk tujuan administrasi dan analisa.
Adapun time sheet yang disusun untuk tujuan menentukan demurrage / dispatch atas dasar time allowed tiap-tiap hari (allowed timesheet), tujuan terakhirnya adalah untuk menentukan besarnya demurrage / dispatch money.
Dengan membandingkan time allowed dengan actual time, maka dapat diketahui apakah dialami demurrage atau dispatch :
Actual time > time allowed, dialami demurrage;
Actual time < time allowed, dialami dispatch;
Dalam pembuatan timesheet dipedukan data-data mengenai pekerjaan dan keadaan lain yang dapat diperoleh dari :
-         Kejadian yang sebenarnya, yaitu tibanya kapal penyodoran NOR dan pekerjaan yang dilakukan (statement of facts);
-         Surat perjanjian charter dengan lampiran-Iampiran (backletters).
lkhtisar kejadian (statement of facts) menyediakan data-data untuk timesheet : tibanya kapal (setelah diserahkannya NOR), pekerjaan bongkar muat yang dilakukan hingga selesai, mengenai waktu-waktu mesin derek macet dan hujan turun, dicatat tanggal dan jamnya masing-masing dengan teliti, teratur dan sistematis. Kejadian-kejadian yang sebenarnya diatas dihubungkan dengan syarat-syarat yang tercantum didalam surat perjanjian charter sehingga dapat disusun time allowed untuk tiap hari. Data-data untuk menyusun timesheet : tanggal / jam kapal tiba di pelabuhan, didermagakan, diajukan NOR, banyaknya muatan, kecepatan bongkar muat, mulainya laydays dan jumlahnya, mulainya pekerjaan bongkat-muat, waktu macetnya mesin derek, waktu turunya hujan dan tanggal / jam berapa berakhirnya pekerjaan bongkar-muat. Pada umumnya pencharteran atau penerima barang / wakilnya yang menyusun timesheet yang tentunya diikuti dengan seksama oleh Nakhoda atau wakilnya, bahkan agen kapal turut dalam penyusunan tersebut. Setelah timesheet selesai disusun, maka dokumen ini akan mengikat kedua belah pihak yang bersangkutan setelah ditanda-tangani oleh :
-         Nakhoda dan agen kapal, dan
-         Pencharteran atau wakilnya
Dalam hal penyusunan time sheet diserahkan kepada kantor pusat dan kantor cabang hanya menyiapkan statemant of facts, maka time sheet yang disusun pihak lain, belum mengikat perusahaan.

F.   Istilah - Istilah Charter

-         Always safely afloat, untuk mencegah kapal dikirim ke tempat yang tidak aman (dangkal);
-         Arrived ship, jika kapal telah tiba di tempat bongkar - muat, siap dan para pengirim / penerima barang diberitahu serta laydays menurut C/P mulai berlaku;
-         Berth charter, kapal dicharter untuk pemuatan “on the bearth” (tempat standar kapal);
-         Certificate of delivery / redelivery, dokumen yang ditanda - tangani oleh nakhoda / pemilik kapal yang mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa bahan bakar;
-         Clean charter, dimaksudkan untuk C/P yang tidak mencantumkan hal-hal yang luar biasa (unusual terms);
-         Consignment clause, penunjukan agen pemilik atau agen pencharter yang mengurus “inward and outward business”;
-         Convenient sped, dalam voyage charter untuk menghilangkan kontroversi mengenai kecepatan kapal selama pelayaran;
-         Custom of the port, nakhoda memperhatikan k~biasaan setempat;
-         Deadfreight, uang tambang yang dibayar untuk muatan yang tidak dikapalkan;
-         Notice of readiness, informasi dari nakhoda untuk pencharter bahwa kapal siap untuk memulai pemuatan / pembongkaran;
-         On hire survey - Off hire survey, dalam time charter sebagai syarat untuk penyerahan kapal dalam keadaan yang baik (good order and condition);
-         Open charter, suatu CIP yang tidak mencantumkan jenis muatan maupun pelabuhan tujuan;
-         Prompt ship, kapal yang siap untuk membuat dalam jangka waktu yang relatif singkat;
-         Safe berth - safe port, tempat yang dapat didatangi dengan aman dari segi nautis;
-         Subletting, pihak pencharter diberikan hak untuk melakukan re - charter, namun tetap bertanggung-jawab kapada nautis;

G. Kedudukan Konosemen dalam angkutan kapal dicharter

Nakhoda bekerja untuk kepentingan pencharteran dalam mengoperasikan kapal yang bertindak sebagai Pengangkut sehingga tanggung-jawabnya adalah sebagai mana pertanggung-jawaban pengangkut yang diatur dalam konosemen. Dokumen terakhir merupakan suatu pernyataan dari Pengangkut bahwa barang telah diterima dan akan diserahkan di pelabuhan tujuan. Sedangkan mengenai syarat pengangkutannya, konosemen menunjukkan kepada charter-party yang bersangkutan.Hukum Maritim: CHARTER KAPAL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar