http://m.detik.com/news/read/2011/07/15/221829/1682396/10/bekerja-di-kapal-selandia-baru-abk-indonesia-dipanggil-babi-monyet
Cerita miris menimpa anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Selandia Baru. Mereka menjadi korban kekerasan sekaligus perlakuan kurang pantas dari atasannya. Kata-kata kasar pun kadang terlontar.
Dilansir media lokal One News, Jumat (15/7/2011), kisah ini baru terungkap setelah Kementerian Kelautan Selandia Baru melakukan penyelidikan serius tentang kondisi para kru dari negara lain yang bekerja di kapal penangkap ikan di negeri kiwi tersebut.
Dari investigasi diketahui, ada ABK asal Indonesia yang bekerja tanpa standar pengamanan yang baik. Bahkan praktik kekerasan sudah terjadi berbulan-bulan.
Salah seorang WNI penangkap ikan, Sunardi, mengatakan kepada One News telah menjadi korban kekerasan dan belum digaji secara pantas.
"Setiap hari mereka memanggil kami dengan sebutan monyet, kotoran dan babi," ujarnya.
ABK asal Indonesia lainnya bernama Sodikan bahkan mengaku pernah dipukul di bagian belakang kepala.
"Mereka juga menggunakan kaki untuk menendang, termasuk saya," ucap Sodikan.
Isu ini mencuat setelah tiga awak kapal asal Indonesia tewas tenggelam di kapal bernama Oyang 70. Lokasi tenggelamnya kapal berada sekitar 800 km di sebelah tenggara Dunedin, Selandia Baru.
Pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut adalah Southern Storm Fishing, perusahaan asal Christchurch, Selandia Baru. Kini, kapal penangkap ikan Oyang 75, sebagai pengganti kapal Oyang 70 sedang dalam proses penyelidikan setelah para awak kapal asal Indonesia menolak bekerja di kapal tersebut.
Sebagai informasi, ada sekitar 2.500 pekerja asal Indonesia, Vietnam dan Filipina yang bekerja di perusahaan penangkap ikan Selandia Baru. Rata-rata semua mendapat perlakuan kasar dan dipaksa bekerja tanpa istirahat. Bahkan hanya mendapat penghasilan US$ 260 hingga US$460.
Kementerian Kelautan Selandia Baru melakukan penyelidikan serius terhadap perusahaan penangkap ikan Southern Storm Fishing, yang berdomisili di kota Christchurch. Dari investigasi diketahui, ada ABK asal Indonesia yang bekerja tanpa standar pengamanan yang baik. Bahkan ada praktik kekerasan yang sudah terjadi berbulan-bulan.
Penyelidikan ini dilakukan seiring dengan segera dilaksanakannya perjanjian pasar bebas antara Selandia Baru dan Korea Selatan. Nantinya, akses kapal-kapal asal negeri ginseng akan terbuka di wilayah Selandia Barau.
Menteri tenaga kerja Selandia Baru Kate Wilkinson menegaskan, penyelidikan akan menyangkut seluruh aspek.
Sementara, serikat pekerja maritim Selandia Baru menilai insiden ini adalah hal yang memalukan secara internasional.
"Ini benar-benar memalukan dan Selandia Baru perlu untuk melihat sebuah aturan permanen dalam diri mereka," kata Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Maritim Joe Fleetwood seperti dilansir One News, Jumat (15/7/2011).
"Jika mereka bekerja dalam zona ekonomi kita, mereka harus dilindungi oleh pemerintah berdasarkan hukum dan peraturan," tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, pihak Southern Storm Fishing menolak semua tudingan tentang perusahaannya. Mereka menilai ada upaya kampanye negatif terkait isu pelecehan dan kekerasan terhadap ABK Indonesia.
"Ini adalah kampanye yang ditujukan untuk merusak keuangan dan reputasi perusahaan," tulis perwakilan perusahaan tersebut.
Namun mereka tetap mendukung semua upaya penyelidikan dan berharap diberi kesempatan untuk menjelaskan semua tudingan yang ada.
Sebelumnya, anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Selandia Baru menjadi korban kekerasan sekaligus perlakuan kurang pantas dari atasannya. Kata-kata kasar pun kadang terlontar.
Salah seorang WNI penangkap ikan, Sunardi, mengatakan kepada One News telah menjadi korban kekerasan dan belum digaji secara pantas.
"Setiap hari mereka memanggil kami dengan sebutan monyet, kotoran dan babi," ujarnya.
ABK asal Indonesia lainnya bernama Sodikan bahkan mengaku pernah dipukul di bagian belakang kepala.
"Mereka juga menggunakan kaki untuk menendang, termasuk saya," ucap Sodikan.
Cerita miris menimpa anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Selandia Baru. Mereka menjadi korban kekerasan sekaligus perlakuan kurang pantas dari atasannya. Kata-kata kasar pun kadang terlontar.
Dilansir media lokal One News, Jumat (15/7/2011), kisah ini baru terungkap setelah Kementerian Kelautan Selandia Baru melakukan penyelidikan serius tentang kondisi para kru dari negara lain yang bekerja di kapal penangkap ikan di negeri kiwi tersebut.
Dari investigasi diketahui, ada ABK asal Indonesia yang bekerja tanpa standar pengamanan yang baik. Bahkan praktik kekerasan sudah terjadi berbulan-bulan.
Salah seorang WNI penangkap ikan, Sunardi, mengatakan kepada One News telah menjadi korban kekerasan dan belum digaji secara pantas.
"Setiap hari mereka memanggil kami dengan sebutan monyet, kotoran dan babi," ujarnya.
ABK asal Indonesia lainnya bernama Sodikan bahkan mengaku pernah dipukul di bagian belakang kepala.
"Mereka juga menggunakan kaki untuk menendang, termasuk saya," ucap Sodikan.
Isu ini mencuat setelah tiga awak kapal asal Indonesia tewas tenggelam di kapal bernama Oyang 70. Lokasi tenggelamnya kapal berada sekitar 800 km di sebelah tenggara Dunedin, Selandia Baru.
Pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut adalah Southern Storm Fishing, perusahaan asal Christchurch, Selandia Baru. Kini, kapal penangkap ikan Oyang 75, sebagai pengganti kapal Oyang 70 sedang dalam proses penyelidikan setelah para awak kapal asal Indonesia menolak bekerja di kapal tersebut.
Sebagai informasi, ada sekitar 2.500 pekerja asal Indonesia, Vietnam dan Filipina yang bekerja di perusahaan penangkap ikan Selandia Baru. Rata-rata semua mendapat perlakuan kasar dan dipaksa bekerja tanpa istirahat. Bahkan hanya mendapat penghasilan US$ 260 hingga US$460.
One News
Christchurch - Perusahaan kapal penangkap ikan Selandia Baru diketahui kerap melakukan tindak kekerasan dan pelecehan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia. Pemerintah Selandia Baru pun melakukan investigasi.Kementerian Kelautan Selandia Baru melakukan penyelidikan serius terhadap perusahaan penangkap ikan Southern Storm Fishing, yang berdomisili di kota Christchurch. Dari investigasi diketahui, ada ABK asal Indonesia yang bekerja tanpa standar pengamanan yang baik. Bahkan ada praktik kekerasan yang sudah terjadi berbulan-bulan.
Penyelidikan ini dilakukan seiring dengan segera dilaksanakannya perjanjian pasar bebas antara Selandia Baru dan Korea Selatan. Nantinya, akses kapal-kapal asal negeri ginseng akan terbuka di wilayah Selandia Barau.
Menteri tenaga kerja Selandia Baru Kate Wilkinson menegaskan, penyelidikan akan menyangkut seluruh aspek.
Sementara, serikat pekerja maritim Selandia Baru menilai insiden ini adalah hal yang memalukan secara internasional.
"Ini benar-benar memalukan dan Selandia Baru perlu untuk melihat sebuah aturan permanen dalam diri mereka," kata Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Maritim Joe Fleetwood seperti dilansir One News, Jumat (15/7/2011).
"Jika mereka bekerja dalam zona ekonomi kita, mereka harus dilindungi oleh pemerintah berdasarkan hukum dan peraturan," tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, pihak Southern Storm Fishing menolak semua tudingan tentang perusahaannya. Mereka menilai ada upaya kampanye negatif terkait isu pelecehan dan kekerasan terhadap ABK Indonesia.
"Ini adalah kampanye yang ditujukan untuk merusak keuangan dan reputasi perusahaan," tulis perwakilan perusahaan tersebut.
Namun mereka tetap mendukung semua upaya penyelidikan dan berharap diberi kesempatan untuk menjelaskan semua tudingan yang ada.
Sebelumnya, anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Selandia Baru menjadi korban kekerasan sekaligus perlakuan kurang pantas dari atasannya. Kata-kata kasar pun kadang terlontar.
Salah seorang WNI penangkap ikan, Sunardi, mengatakan kepada One News telah menjadi korban kekerasan dan belum digaji secara pantas.
"Setiap hari mereka memanggil kami dengan sebutan monyet, kotoran dan babi," ujarnya.
ABK asal Indonesia lainnya bernama Sodikan bahkan mengaku pernah dipukul di bagian belakang kepala.
"Mereka juga menggunakan kaki untuk menendang, termasuk saya," ucap Sodikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar