Kamis, 20 Oktober 2011

Bagaimana Cara Menentukan Stabilitas Kapal atau GM Kapal?


engertian Dasar
Sebuah kapal dapat mengoleng disebabkan karena kapal mempunyai kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget yang dikarenakan oleh adanya pengaruh luar yang
bekerja pada kapal.
Beberapa contoh pengaruh luar yang dimaksud adalah: arus, ombak, gelombang, angin dan lain sebagainya. Dari sifat olengnya apakah sebuah kapal mengoleng terlau lamban, ataukah kapal mengoleng dengan cepat atau bahkan terlau cepat dengan gerakan yang menyentak-nyentak, atau apakah kapal mengoleng dengan enak, maka dibawah ini akan diberikan pengertian dasar tentang olengan sebuah kapal.
1. Sebuah kapal yang mengoleng terlalu lamban, maka hal ini menandakan bahwa kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget adalah terlalu kecil. Kapal yang pada suatu saat mengoleng demikian dikatakan bahwa stabilitas kapal itu kurang atau kerapkali juga disebut bahwa kapal itu “langsar “.
2. Sebuah kapal yang mengoleng secara cepat dan dengan menyentak-nyentak, maka hal itu menandakan bahwa kapal kemampuannya untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget adalah terlalu besar atau kelewat besar. Kapal yang dalam keadaan demikian itu dikatakan bahwa stabilitas kapal itu terlalu besar atau seringkali disebut bahwa kapal itu “Kaku “.
3. Sebuah kapal yang mengoleng dengan “enak “ maka hal itu menandakan bahwa kemampuannya untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget adalah sedang. Kapal yang dalam keadaan demikian itu sering kali disebut sebuah kapal yang mempunyai stabilitas yang “ baik “ Sebuah kapal yang stabilitasnya terlalu kecil atau yang disebut langsar itu untuk keadaan-keadaan tertentu mungkin berakibat fatal, sebab kapal dapat terbalik. Kemungkinan demikian dapat terjadi, oleh karena sewaktu kapal akan menegak kembali pada waktu kapal menyenget tidak dapat berlangsung, hal itu dikarenakan misalnya oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
pada kapal, sehingga kapal itu akan menyenget lebih besar lagi. Apabila proses semacam itu terjadi secara terus menerus, maka pada suatu saat tertentu kapal sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk menegak kembali. Jelaslah kiranya bahwa apabila hal itu terjadi, maka sudah dapat dipastikan bahwa kapal akan terbalik.
Sebuah kapal yang kaku dapat berakibat :
1. Kapal “ tidak nyaman “ sebagai akibat dari berolengnya kapal yang secara cepat dan menyentak-nyentak itu, sehingga mungkin sekali terjadi semua awak kapalnya (terlebih-lebih para penumpang) menjadi mabok, sebab dapat dikatakan bahwa tidak ada satu saatpun kapal itu dalam keadaan “ tenang “
2. Sebagai akibat dari gerakannya yang menyentak-nyentak dan dengan cepat itu maka konstruksi kapal dibangunan-bangunan atasnya akan sangat dirugikan, misalnya sambungan sambungan antara suku-suku bagian bangunan atas akan menjadi longgar, sebab paku-paku kelingnya menjadi longgar.
Akibat lain yang mungkin juga terjadi adalah longsornya muatan yang dipadat didalam ruang-ruang dibawah. Longsornya muatanitu da pat membawa akibat yang sangat fatal (kapal dapat terbalik). Sebuah kapal yang stabilitasnya kecil atau yang disebut langsar yang disebabkan karena bobot diatas kapal dikonsetrasikan dibagian atas kapal. Sebuah kapal dapat bersifat kaku, oleh karena pemadatan muatan dikapal itu dilakukan secara tidak benar, yakni bobot-bobot dikonsentrasikan di bawah, sehingga kedudukan titik beratnya terlalu rendah. Pada pokoknya, stabilitas kapal dapat digolongkan didalam 2 jenis stabilitas yaitu :
1. Stabilitas kapal dalam arah melintang (sering kali disebut stabilitas melintang)
2. Stabilitas kapal dalam arah membujur (sering kali disebut stabilitas membujur)
Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya.
Stabilitas membujuradalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya.
Stabilitas Awal
Stabilitas awal sebuah kapal adalah kemampuan dari kapal itu untuk kembali kedalam kedudukan tegaknya semula sewaktu kapal menyenget pada sudut-sudut kecil ( = 60 ). Pada umumnya stabilitas awal ini hanya terbatas pada pembahasan pada stabilitas melintang saja. Didalam membahas stabilitas awal sebuah kapal, maka titik titik yang menentukan besar kecilnya nilai-nilai stabilitas awal adalah :
1. Titik Berat Kapal ( G )
a. Definisi
Titik berat kapal adalah sebuah titik di kapal yang merupakan titik tangkap dari Resultante semua gaya berat yang bekerja di kapal itu, dan dipengaruhi oleh konstruksi kapal.
b. Arah bekerjanya
Arah bekerjanya gaya berat kapal adalah tegak lurus kebawah
c. Letak / kedudukan berat kapal
Titik berat kapal dari suatu kapal yang tegak terletak pada bidang simetris kapal yaitu bidang yang dibuat melalui linggi depan linggi belakang dan lunas kapal d. Sifat dari letak / kedudukan titik berat kapal Letak / kedudukan titik berat kapal suatu kapal akan tetap bila tidak terdapat penambahan, pengurangan, atau penggeseran bobot diatas kapal dan akan berpindah tempatnya bila terdapat penambahan, pengurangan atau penggeseran bobot di kapal itu :
1. Bila ada penambahan bobot, maka titik berat kapal akan berpindah kearah / searah dan sejajar dengan titik berat bobot yang dimuat
2. Bila ada pengurangan bobot, maka titik berat kapal akan berpindah kearah yang berlawanan dan titik berat bobot yang dibongkar
3. Bila ada penggeseran bobot, maka titik berat sebuah kapal akan berpindah searah dan sejajar dengan titik berat dari bobot yang digeserkan
2. Titik Tekan = Titik Apung ( B )
a. Definisi
Titik tekan = Titik apung = Centre of buoyency sebuah titik di kapal yang merupakan titik tangkap Resultante semua gaya tekanan keatas air yang bekerja pada bagian kapal yang terbenam didalam air.
b. Arah bekerjanya
Arah bekerjanya gaya tekan adalah tegak lurus keatas
c. Letak / kedudukan titik tekan/titik apung
Kedudukan titik tekan sebuah kapal senantiasa berpindah pindah searah dengan menyengetnya kapal, maksudnya bahwa kedudukan titik tekan itu akan berpindah kearah kanan apabila kapal menyenget ke kanan dan akan berpindah ke kiri apabila kapal menyenget ke kiri, sebab titik berat bagian kapal yang terbenam berpindah-pindah sesuai dengan arah sengetnya kapal.
Jadi dengan berpindah-pindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat menyengetnya kapal tersebut akan membawa akibat berubah-ubahnya stabilitas kapal tersebut.
3. Titik Metasentrum ( M )
a. Definisi
Titik Metasentrum sebuah kapal adalah sebuah titik dikapal yang merupakan titik putus yang busur ayunannya adalah lintasan yang dilalui oleh titik tekan kapal
b. Letak / kedudukan titik Metasentrum kapal
Titik Metasentrum sebuah kapal dengan sudut-sudut senget kecil terletak pada perpotomgam garis sumbu dan, arah garis gaya tekan keatas sewaktu kapal menyenget
c. Sifat dari letak / kedudukan titik metasentrum
Untuk sudut-sudut senget kecil kedudukan Metasentrum dianggap tetap, sekalipun sebenarnya kedudukan titik itu berubah-ubah sesuai dengan arah dan besarnya sudut senget. Oleh karena perubahan letak yang sangat kecil, maka dianggap tetap.
Dengan berpindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat menyengetnya kapal tersebut akan membawa akibat berubah-ubahnya kemampuan kapal untuk menegak kembali. Besar kecilnya kemampuan sesuatu kapal untuk menegak kembali merupakan ukuran besar kecilnya stabilitas kapal itu.
Jadi dengan berpindah-pindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat dari menyengetnya kapal tersebut akan membawa akibat berubah-ubahnya stabilitas kapal tersebut.
Dengan berpindahnya kedudukan titik tekan B dari kedudukannya semula yang tegak lurus dibawah titik berat G itu akan menyebabkan terjadinya sepasang koppel, yakni dua gaya yang sama besarnya tetapi dengan arah yang berlawanan, yang satu merupakan gaya berat kapal itu sendiri sedang yang lainnya adalah gaya tekanan keatas yang merupakan resultante gaya tekanan keatas yang bekerja pada bagian kapal yang berada didalam air yang titk tangkapnya adalah titik tekan. Dengan terbentuknya sepasang koppel tersebut akan terjadi momen yang besarnya sama dengan berat kapal dikalikan jarak antara gaya berat kapal dan gaya tekanan keatas. Untuk memperoleh keterangan yang lebih jelas, harap perhatikan gambar dibawah ini
M W’
ga ga
G B
w
Gambar. 6.1. Kedudukan titk G, B, M, sebuah kapal
3. Teori Koppel Dan Hubungannya Dengan Stabilitas Kapal
Yang dimaksud dengan sepasang koppel adalah sepasang gaya yang sama besarnya tetapi dengan arah yang berlawanan. (lihat gambar ).
Apabila pada sebuah benda bekerja sepasang koppel, maka benda tersebut akan berputar. Besarnya kemampuan benda itu berputar ditentukan oleh hasil perkalian antara gaya yang membentuk koppel itu dan jarak antara kedua gaya tersebut.
Apabila sebuah kapal menyenget, pada kapal tersebut akan terjadi sepasang koppel yang menyebabkan kapal itu memiliki kemampuan untuk menegak kembali atau bahkan bertambah menyenget lagi. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, harap perhatikan gambar-gambar dibawah ini.
W’
ga ga
G
B
w
Gambar. 6.2.a. Momen Kopel
Besarnya kemampuan untuk menegak kembali sebuah kapal sewaktu kapal menyenget dengan suatu sudut tertentu adalah sama dengan hasil perkalian antara gaya berat kapal dan jarak antara gaya berat kapal dan gaya tekanan keatas yang bekerja pada kapal saat tertentu itu.
M
W’
G Z
B
W
Gambar. 6.2.b. Momen Penegak ( Mp )
Besarnya kemampuan untuk menegak kembali kapal itu adalah sebesar = W x GZ. Atau jika dituangkan dalam bentuk rumus akan berbentuk :
Mp = W x GZ
Dimana Mp adalah Momen penegak Mungkin saja bahwa dua kapal dengan kondisi sama ukuran, berat benaman,dan sudut sengetnya sama besar, yang demikian itu memiliki stabilitas yang berlainan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
Stabilitas kedua kapal itu dapat berlainan, oleh karena besarnya momen penegak ( Mp = W x GZ ), maka satu-satunya alasan yang menyebabkan momen kedua kapal itu tidak sama adalah faktor GZ = lengan penegak. Besarnya lengan penegak kedua kapal itu tidak sama besar disebabkan oleh karena kedudukan titik berat kedua kapal itu tidak sama tinggi (lihat gambar dibawah ini)
Lukisan : Penjelasan Perhitungan Momen Kopel ( Mp )
G Z
ga ga
G
B
Z
Mp = W x GZ Mp = W x GZ
Jika berat benaman kedua kapal = 15.000 ton, maka Dan lengan penegak kapal A = 0,45 meter Lengan penegak kapal B = 0,30 meter
Perhitungannya :
W    = 15.000 ton
W    = 15.000 ton
GZ   = 0,45 meter, maka GZ = 1 kaki, maka
Mp = 15.000 ton x 0,45 meter Mp
=15.000 ton x 0,30 meter
=  6.750 ton meter = 4.500 ton meter
Contoh Soal :
1. Apabila pada sebuah kapal yang berat benamannya 5.000 ton yang sedang mengoleng sehingga jarat antara gaya berat dan gaya tekan keatasnya = 0,90 meter, berapa besarkah momen penegak kapal itu.
Penyelesaian :
Diketahui : W = 5.000 ton
GZ = 0,90 meter
Ditanyakan : Momen koppel
Jawab : Mp = W x GZ
= 5.000 ton x 0,90 meter
= 4.500 ton meter
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari rumus Mp = W x GZ adalah :
1. Apabila W semakin besar, maka Mp pun semakin besar
2. Apabila GZ semakin besar, maka Mp pun semakin besar
3. Apabila W tetap, maka besarny a nilai M sebanding dengan
nilai GZ artinya bahwa MP merupakan fungsi dari GZ artinya bahwa semakin besar nilai GZ maka semakin besar pula nilai M, semakin kecil nilai GZ semakin kecil pula nilai M tersebut. Jika hubungan antara kedua faktor itu dituangkan didalam bentuk rumus, maka rumus itu akan berbentuk : Mp = f(GZ) baca : Mp adalah fungsi GZ artinya bahwa besarnya nilai MP adalah semata-mata tergantung dari nilai GZ. Jarak antara gaya berat kapal (berat benaman kapal) dan gaya tekanan keatas itu disebut : Lengan koppel. Apabila momen yang terjadi akan menegakan kembali kapal yang sedang menyenget, maka jarak antara berat benaman kapal dan gaya tekan keatas itu sering disebut Lengan penegak, sedangkan apabila momen yang terjadi akan mengakibatkan bertambah besarnya senget kapal, maka jarak antara berat benaman dan gaya tekan keatas itu seringkali juga disebut Lengan penyenget.
Alasan yang dipergunakan sebagai dasar penamaan nilai GZ yang demikian itu adalah disebabkan oleh karena momen yang terjadi oleh sepasang koppel itu akan mengakibatkan tegak
kembalinya kapal yang sedang dalam keadaan miring. Apabila sebuah kapal yang sedang menyenget dengan sudut senget sedemikian rupa sehingga kedudukan titik B nya berada tegak lurus dibawah titik G nya, maka pada saat itu kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali. Hal ini disebabkan karena momen penegaknya pada saat itu sama dengan nol, sebab besarnya lengan penegak pada saat sama dengan nol. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, harap perhatikan uraian yang disertai dengan penjelasan seperti tersebut dibawah ini.
G
w
w’
B
Gambar. 6.2.c. Lengan/Momen Penegak = 0
Sesuai dengan gambar tersebut diatas maka gaya berat kapal berimpit dengan gaya tekan keatas, sehingga jarak antara kedua gaya tersebut adalah sama dengan nol. Selanjutnya sesuai dengan rumus :
Mp = W x GZ
Jika nilai GZ = 0
Maka : Mp = W x 0
= 0
Hal ini berarti bahwa jika momen penegaknya = 0, maka akibatnya bahwa pada saat itu dalam keadaan stabilitas netral, artinya bahwa pada saat itu kapal tidak mempunyai kemampuan untuk menegak kembali.
4. Macam Keadaan Stabilitas Kapal
Dalam membahas keadaan-keadaan stabilitas, dikenal 3 (tiga) macam keadaan stabilitas, yakni :
4.1. Stabilitas mantap atau stabilitas positif
Keadaan stabilitas kapal yang demikian ini apabila kedudukan titik G lebih rendah dari pada kedudukan metasentrumnya (titik M), sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu kapal menyenget mesti memiliki kemampuan untuk menegak kembali. (Lihat Gambar dibawah ini).
Gambar.  Stabilitas mantap/positif
4.2. Stabilitas goyah atau stabilitas negatif
Keadaan stabilitas kapal yang demikian ini apabila kedudukan titik G lebih tinggi dari pada kedudukan metasentrumnya (titik M), sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas goyah atau negatif sewaktu kapal menyenget kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, tetapi bahkan sudut sengetnya akan bertambah besar (lihat gambar dibawah ini)
M
G
M
Stabilitas goyah/negatif
4.3. Stabilitas netral
Sebuah kapal mempunyai stabilitas netral apabila kedudukan titik berat G berimpit dengan kedudukan titik M (Metasentrum). Oleh karena jarak antara kedua gaya yang membentuk sepasang koppel itu sama dengan nol, maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral sama dengan nol, atau bahwa kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget (lihat gambar dibawah ini).
M
W L
B
Stabilitas netral
Ditinjau dari hubungan-hubungan yang ada antara kedudukan titik berat ( G ) dan Metasentrumnya ( M ), sebuah kapal mungkin memiliki stabilitas sebagai berikut :
1. Stabilitas mantap (stabilitas positif), apabila kedudukan metasentrumnya (M) lebih tinggi dari pada kedudukan titik beratnya (G), Sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu kapal menyenget, kapal memiliki kemampuan untuk menegak kembali
2. Stabilitas goyah (stabilitas negatif), apabila kedudukan metasentrumnya ( M ) lebih rendah dari pada kedudukan titik beratnya ( G ). Sebuah kapal yang memiliki stabilitas goyah (stabilitas negatif) ini sewaktu kapal menyenget. Kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, tetapi bahkan sengetnya semakin besar
3. Stabilitas netral, apabila kedudukan titik beratnya berimpit dengan kedudukan metasentrumnya. Sebuah kapal yang memiliki stabilitas netral ini sewaktu menyenget, kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali demikian pula tidak bertambah menyenget lagi. Perbedaan terhadap jenis stabilitas sebagaimana tersebut diatas hanya berlaku didalam hal stabilitas awal saja. Mengapa demikian, sebab sudah jelas bahwa kapal yang menyenget dengan sudut sudut yang besar, pada akhirnya kapal akan menjadi goyah dan terbalik.
Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal agar mempunyai stabilitas yang mantap, yakni apabila titik beratnya ( G ) kapal terletak lebih rendah dari pada metasentrumnya ( M ). Stabilitas
sebuah kapal akan menjadi semakin kecil, apabila kedudukan titik beratnya ( G ) kapal itu semakin mendekati kedudukan mentasentrumnya ( M ), dengan catatan bahwa titik berat ( G ) itu
masih lebih rendah dari pada metasentrumnya (M), dengan catatan bahwa titik berat ( G ) ini terletak lebih rendah dari pada metasentrumnya (lihat gambar dibawah ini).
M
ga ga
G Z z
B
G Z
Menghitung Nilai Stabilitas Kapal
Pada gambar segitiga GMZ tersebut diatas, berlaku :
GZ
—– = Sin Q, jadi GZ = GM Sin Q
GM
Penjelasan :
Untuk sudut senget Q tertentu, maka nilai GZ tergantung dari nilai GM (jarak antara titik G dan titik M). Besarnya nilai GM sesuatu kapal dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk menilai besarnya stabilitas kapal tersebut, sebab menurut persamaan :
Mp = W x GZ …………………………………………………………….. ( 1 )
Maka momen penegak ( M ) sesuatu kapal dengan berat benaman tertentu adalah semata-mata tergantung dari nilai GZ saja.
Selanjutnya, persamaan :
GZ = GM Sin Q ……………………………………………………………. ( 2 )
Maka untuk sudut senget tertentu, nilai GZ hanya semata-mata tergantung dari nilai GM
Kesimpulan :
Oleh karena besar-kecilnya stabilitas sesuatu kapal tergantung pada besar-kecilnya momen penegak yang dimilikinya, sedangkan besar kecilnya momen penegak yang dimilikinya itu tergantung pada besar kecilnya lengan penegak yang dimilikinya. Selanjutnya besar kecilnya lengan penegak yang dimilikinya itu tergantung pada besar kecilnya nilai GM nya (tinggi metasentrum). Maka jelas bahwa besar kecilnya GM (tinggi metasentrum) sesuatu kapal dapat dipergunakan ukuran untuk menilai besar kecilnya stabilitas kapal tersebut.
Tinggi metasentrum ( GM ) hanya dapat dipergunakan sebagai ukuran atas besar kecilnya stabilitas untuk sudut-sudut senget yang kecil-kecil saja, sedangkan untuk sudut-sudut senget yang besar, tinggi metasentrum GM itu tidak dapat dipergunakan sebagai ukuran atas besar kecilnya stabilitas sesuatu kapal. Mengapa demikian, sebab apabila kapal menyenget dengan sudut sudut senget yang besar, kedudukan metasentrum ( M ) nya tidak lagi tetap berada ditempatnya yang semula, sehingga nilai tinggi metasentrumnya GM tidak lagi tetap besarnya, sehingga rumus
Mp = W x GM Sin Q tidak berlaku lagi untuk sudut-sudut senget yang besar.
Untuk memperoleh besarnya nilai tinggi metasentrum ( GM ) sesuatu kapal dapat ditempuh beberapa jalan :
1. Menentukan kedudukan titik M (metasentrum) diatas bidang datar yang du\ibuat melalui lunas K. Besarnya nilai KM ini dapat diperoleh dengan mempergunakan lengkung hidrostatis atau sebuah tabel yang disusun berdasarkan lengkung tersebut.
2. Mengurangi KM dengan KG akan diperoleh dengan mempergunakan apa yang disebut aturan momen :
? M
KG = ——
? W
269
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, harap perhatikan gambar berikut ini :
M
G
B KG KM
K
Kedudukan Nilai KM, KG, GM
Dari gambar tersebut diatas maka berlakulah persamaan :
GM = KM – KG
Jika di kapal tidak tersedia lengkung-lengkung hidrostatis, maka untuk memperoleh nilai KM dapat diperoleh dari persamaan :
KM = KB + BM
Besarnya nilai KB dapat diperoleh dengan mempergunakan rumus rumus praktis sebagai berikut :
1. KB = 0,53 s
dimana s adalah sarat rata-rata pada saat itu, atau mempergunakan :
2. Rumus MORISH
1 5 V
KB = —– ( —- S – —- )
3 2 A
dimana : S : adalah sarat rata-rata kapal pada saat itu
V : Volume benaman kapal
A : Luas bidang air
270
3. Besarnya nilai BM dapat diperoleh dengan mempergunakan
rumus :
I
BM = ——-
V
dimana : I : momen lembam bidang air terhadap sumbu  membujurnya
V : Volume benaman kapal pada saat itu
Selanjutnya besarnya momen lembam ( I ) itu dapat diperhitungkan rumus :
I = k x p x I3
dimana : K : Konstante (tetapan) yang nilainya tergantung dari besarnya nilai koeffisien bidang airnya Untuk memperoleh hubungan antara besarnya nilai tetapan K dan koeffisien bidang airnya, harap perhatikan nilai-nilai yang tertera dalam tabel berikut ini :
cA k
0,70
0,75
0,80
0,85
0,042
0,048
0,055
0,062
cA : koeffisien bidang air yakni perbandingan antara luas bidang air dengan panjang kali lebar :
A
cA = ———–
P x I
Dimana : A : Luas bidang air
P : Panjang bidang air
I : Lebar bidang air
Apabila nilai KM sudah dapat diperoleh dengan cara tersebut diatas, maka sekarang tinggal memperhitungkan KG dengan mempergunakan aturan momen :
? M
KG = ———
? W
selanjutnya untuk memperoleh nilai GM , dipergunakan rumus :
GM = KM – KG
Besarnya nilai BM disebut jari-jari metasentrum, sebab sewaktu sebuah kapal mengoleng (dengan sudut-sudut senget kecil) titik tekan B berpindah-pindah sepanjang sebuah busur lingkaran yang titik pusatnya terletak di metasentrum kapal tersebut. Jadi didalam hal ini, BM selalu memiliki nilai yang tetap, sedangkan titik M merupakan titik pusat sebuah lingkaran yang sebagian busurnya merupakan lintasan dari titik tekan B yang berpindah-pindah tersebut (lihat gambar dibawah ini).
G
G M
M G
B B
B
a b c
Akibat Kedudukan Titik G, B, M
a.Titik G diatas M, sehingga b. Pada suatu saat c. Serelah titik G diturun Senget kapal akan makin B terletak tegak kan hingga terletak Besar, hingga ……………. lurus di bawah G dibawah M, maka
kapal akan dapat menegak kembali
5. Cara Memperhitungkan Stabilitas Kapal
Sebelum perhitungan-perhitungan stabilitas sebuah kapal mulai dikerjakan, kedudukan titik berat ( G ) kapal dalam kedaan kosong atau kedudukan titik berat pada saat itu, tergantung pada keadaan sebelum perhitungan-perhitungan itu dilakukan. Apabila kedudukan titik berat kapal dalam keadaan kosong (KG kapal kosong) tidak dapat diperoleh dikapal, harus menghubungi kantor pusat (perwakilannya) perusahaan / pemilik kapal dengan maksud untuk mengusahakannya.
Kedudukan titik berat setiap muatan yang dibongkar atau yang muat dikapal harus diketahui secara tepat (disamping harus diketahui juga bobot setiap muatan yang dimuat atau yang dibongkar itu, sebab setiap adanya perubahan bobot dikapal akan mengakibatkan berubahnya kedudukan titik berat kapal semula (sebelum dilakukan kegiatan bongkar-muat).
Didalam praktek, pada umumnya tidak mungkin dapat mengetahui baik bobot maupun kekdudukan titik berat setiap muatan yang dimuat maupun yang dibongkar secara tepat benar. Sekalipun demikian, kita harus dapat memperkirakan kedudukan titik berat setiap muatan (bobot) yang dimuat dan dibongkar itu sedemikan rupa, sehingga nilai-nilainya yang diperkirakan itu sedekat mungkin mendekati kebenaran, sebab apabila nilai-nilainya yang diperkirakan itu jauh dari kenyataannya, maka akan mengakibatkan salah perhitungan yang sangat berarti, sehingga kesalahan yang terjadi tidak dapat diabaikan.
Untuk mengetahui berpindahnya kedudukan titik berat ( G ) sesuatu kapal, harus benar-benar menguasai teori momen. Rumus momen yang dimaksudkan adalah :
M = K x d
Dimana : M : momen
K : besarnya gaya
a : jarak antara gaya dan titik terhadap mana momen diperhitungkan
Apabila muatan yang dikerjakan lebih dari satu party, maka harus diperhitungkan momen untuk masing-masing party muatan itu, setelah itu momen-momen tersebut dijumlahkan dan yang pada akhirnya jumlah momen itu dibagi dengan jumlah bobot yang dikerjakan itu. Dengan demikian adan mendapatkan kedudukan titik berat yang terakhir (setelah pemuatan selesai di kerjakan ). Didalam perhitungan – perhitungan momen-momen yang dikarenakan oleh adanya pemuatan-pembingkaran muatan dikapal, rumus momen itu dapat diterapkan, dengan catatan bahwa faktor – faktor yang terkandung didalam rumus itu harus merupakan unsur unsur berikut ini :
K (=gaya) : adalah bobot yang dimuat-bongkar
a (=lengan) : adalah jarak antara titik berat setiap bobot yang dimuat-dibongkar terhadap bidang lunas (jarak tegak titik berat setiap bobot yang dimuat dibongkar diatas lunas)
Sehingga rumus momen itu boleh kita ungkapkan sebagai berikut :
M = W x d
dimana : W : bobot yang dimuat atau dibongkar dalam satuan kilogram, atau dalam satuan ton
metrik atau dalam ton (longton).
d : kedudukan titik berat bobot yang dimuat atau yang bongkar terhadap bidang lunas kapal. Jarak ini dapat dinyatakan dalam satuan meter ataupun kaki. Sehingga, apabila W dalam satuan ton metrik, dalam pada itu d dalam satuan meter, maka momen bobot yang dimuat atau yang dibongkar terhadap bidang lunas adalah dalam satuan ton meter. Apabila W dinyatakan dalam satuan ton (longton) dan dalam pada itu d dinyatakan dalam kaki, maka momen bobot yang dibongkar atau yang dimuat itu adalah dalam satuan longton kaki.
? M= M + M1 + M2 + M3 + ………………………….Mn – 1+ M n
= W x KG + w1 x KG1 + w2 x KG2 + w3 x KG3 …..w (n-1) x KG (n-1)
+ wn x KGn
dimana : ? M (baca sigma M) : Jumlah momen M, M1, M2, M3, adalah momen masing-masing bobot W, w, w, w, dst…….. masing-masing bobot yang dimuat atau dibongkar dikapal
Dimana : W = berat benaman kapal sebelum pemuatan atau pembongkaran dilakukan
KG, KG1, KG2, KG3, dst ……. secara berturut-turut adalah jarak titik berat masing-masing bobot yang dimuat atau dibongkar dikapal itu
Dimana : KG adalah jarak titik berat kapal sebelum pemuatan atau pembongkaran bobot dilakukan
Rumus untuk memperoleh jarak titik berat terakhir (setelah melakukan pemuatan / pembongkaran)
? M
KG’ = ——–
? W
dimana : KG’ : jarak titik berat kapal diatas bidang lunas yang terakhir
? M : Jumlah momen yang terdapat dikapal
? W : Jumlah bobot yang terakhir (merupakan berat benaman yang terakhir)
Untuk menggunakan rumus itu secara praktis, dianjurkan menggunakan kolom-kolom berikut ini :
Bobot Jarak Titik
Berat
Momen
W KG M
WWW…
wn
KG
KG
KG
KGn
MMM…
Mn
? W ? M
? M
Selanjutnya KG baru ( = KG’ ) = ——–
? W
Beberapa contoh soal
1. Sebuah kapal dalam keadaan kosong mempunyai berat benaman 6.000 ton. Titik berat kapal dalam keadaan kosong tersebut terletak 4,5 meter diatas bidang lunasnya. Kapal itu akan dimuati dengan 250 ton muatan yang akan ditempatkan sedemikian rupa, sehingga titik berat muatan itu akan terletak 6 meter diatas bidang lunasnya. Disamping itu kapal juga akan dimuati satu party muatan yang beratnya 400 ton yang titik beratnya akan terletak 1,5 meter diatas titik
berat semulanya.
Ditanyakan : Kedudukan titik berat kapal setelah pemuatan itu dilakukan ?
Jawab :
Bobot Jarak Titik
Berat
Momen
W KG M
6.000
250
400
4,5
6,0
1,5
27.000
1.500
600
6.650 29.100
? M
KG’ = ——–
? W
29.100 ton meter
= ———————–= 4,376 meter
6.650 ton
2. Sebuah kapal yang pada suatu saat mempunyai berat benaman 7.500 ton titik beratnya terletak 6 meter diatas bidang lunasnya, melakukan pembongkaran bobot berikut ini :
700 ton dari 3 meter diatas bidang lunasnya
200 ton dari 4,5 meter diatas bidang lunasnya
100 ton dari 2,4 meter diatas bidang lunasnya
Ditanyakan : Kedudukan titik berat kapal tersebut setelah muatan itu selesai dibongkar
Untuk menghitung soal tersebut, dianjurkan untuk memisahkan antara muatan-muatan yang dimuat dan yang dibongkar. Adapun kolomkolomya yang dianjurkan untuk digunakan adalah sebagai berikut :
Berat benaman ( 1 )
Bobot Jarak Titik
Berat
Momen
( W ) ( KG ) ( M )
7.500 6 45.000
276
Pembongkaran ( 2 )
Bobot Jarak Titik
Berat
Momen
( W ) ( KG ) ( M )
700
200
100
3
4,5
2,4
2.100
900
240
1.000 3.240
( 1 ) – ( 2 )
7.500 45.000
1.000 3.240
——– – ———— -
6.500 41.760
? M 41.760 ton meter
KG’ = ——– = —————– ———-= 6,425 meter
? W 6500 ton
3. Sebuah kapal yang berat benamannya 16.000 ton yang titik beratnya pada saat itu terletak 3,6 meter diatas lunasnya akan memuat sebuah party muatan sebanyak 750 ton sehingga titik berat muatan itu akan terletak 2,7 meter diatas lunas.
Ditanyakan :
1. Kedudukan titik berat kapal setelah selesai memuat
2. Berapa jauh dan kearah manakah kedudukan titik berat itu berpindah
Jawab :
Bobot Jarak Titik
Berat
Momen
( W ) ( KG ) ( M )
16.000
750
3,6
2,7
57.600
2.025
16.750 59.625
? M 59.625 ton meter
KG’ = ——– = ———————— = 3,56 meter
? W 16.750 ton
KG = = 3,60 meter
———————————————————
GG’ = – 0,04 meter
4. Sebuah kapal pada suatu saat mempunyai berat benaman 10.000 ton dan titik beratnya terletak 7,5 meter diatas lunas, melakukan kegiatan bongkar dan muat sebagai berikut :
Pemuatan :
700 ton, titik beratnya terletak 4,5 meter diatas lunasnya
500 ton, titik beratnya terletak 3,0 meter diatas lunasnya
300 ton, titik beratnya terletak 2,1 meter diatas lunasnya
450 ton, titik beratnya terletak 2,4 meter diatas lunasnya
Pembongkaran :
600 ton, titik beratnya terletak 2,7 meter diatas lunasnya
800 ton, titik beratnya terletak 4,8 meter diatas lunasnya
400 ton, titik beratnya terletak 3,6 meter diatas lunasnya
Ditanyakan : Kedudukan titik berat kapal itu setelah kegiatan muat dan bongkar selesai dikerjakan Untuk memudahkan perhitungan (juga lebih sistematis), muatan yang dimuat diperhitungkan secara terpisah dari muatan yang dibongkar. Adapun cara memperhitungkannya adalah sebagai berikut :
Jawab :
Pemuatan : ( 1 )
Bobot Jarak Titik Berat Momen
( W ) ( KG ) ( M )
10.000
700
500
300
450
7,5
4,5
3,0
2,1
2,4
75.000
3.150
1500
630
1.080
11.950 81.360
Pembongkaran : ( 2 )
Bobot Jarak Titik Berat Momen
( W ) ( KG ) ( M )
600
800
400
2,7
4,8
3,6
1.620
3.840
1.440
1.800 6.900
( 1 ) – ( 2 ) :
11.950 81.360
1.800 6.900
———- – ———— -
10.150 74.460
? M 74.460 ton meter
KG’ = ——– = ———————— = 7,34 meter
? W 10.150 ton
278
Menghitung jarak tegak titik berat kapal karena adanya pemuatan Apabila diketahui : w : berat beban yang dimuat dikapal
W : berat benaman terakhir kapal
d : jarak tegak antara titik berat awal kapal dan
titik berat beban kapal
GG’ : Jarak tegak antara titik berat kapal dan titik
berat akhir kapal
Maka berlakulah persamaan berikut ini :
w x d
GG’ = ———–
W
G1
G2
d w
ga ga
G1 G1
G W KG’ KG1
KG
K
Menghitung jarak tegak titik berat adanya pemuatan
Untuk membuktikan benar-tidaknya persamaan tersebut diatas (lihat gambar diatas) :
Momen W terhadap bidang lunas ( K ) : M = W x KG ………….. (1)
Momen w terhadap bidang lunas ( K ) : M1 = w x KG1………… (2)
—————————— +
M + M1 = (W x KG) + (w x KG1) (3)
M + M1 = M’ = W’ x KG’, maka persamaan (3) dapat diubah
menjadi
W’ x KG’ = W x KG + w x KG1
= W x KG + w ( KG + GG2)
= (W x KG + w x KG) + ( w x GG2 )
(W + w) x KG’ = (W + w) KG + ( w x GG2 )
279
(W + w ) (GG’ + KG) = (W + w) KG + ( w x GG2 )
(W + w) GG’ + (W + w) KG = (W + w) KG + ( w x GG2 )
(W + w) GG’ = ( w x GG2 )
( w x GG2 )
GG’ = —————-
( W + w )
( w x d )
GG’ = ————— , ( W’ = W + w )
W’
Menghitung jarak tegak titik berat kapal akibat Pemindahan muatan Sebuah persamaan berpindahnya kedudukan titik berat sebuah kapal yang disebabkan oleh adanya pemindahan sebuah bobot dalam arah tegak keatas.
G2
G1 G1 W 2
ga ga
G1 KG3
G
KG1 KG’
G2 KG
w1 W2 KG2
w1
Gambar : 6.9.b. Menghitung jarak tegak titik berat adanya pemindahan muatan kearah tegak keatas
w1 x KG1 + w2 x KG3 = W’ x KG’
w1 x KG1 + w2 x KG2 = W’ x KG’
————————————————— -
{(w1 x KG1)+( w2 x KG3)} – {(w1x KG1)+(w2 x KG2)} = (W’ x KG’)–(W’ x
KG)
w2 x KG3 + w2 x KG2 = (W’ x KG’)–(W’ x KG)
w2 (KG3 – KG2) = W’ x KG’ – W’ x KG
280
w2 (KG3 – KG2) = W’ ( KG’ – KG )
w2 x G2G3 = W’ x GG’
w2 x G2G3
GG’ = —————
W’
Menghitung jarak tegak titik berat kapal akibat Pembongkaran muatan
Sebuah persamaan yang bergesernya kedudukan titik berat sebuah kapal yang disebabkan oleh adanya sebuah bobot yang dibongkar dari kapal.
G
ga
G’
G’
KG
w KG’
W’
W 2
KG1
W1 w1
Menghitung jarak tegak titik berat adanya pembongkaran muatan
M = W x KG …………………….. (1)
M1 = w x KG1 …………………….. (2)
——————– -
M + M1 = (W x KG) – (w x KG1) (3)
M + M1 = M’ = W’ x KG’, maka persamaan (3) dapat diubah
menjadi
W’ x KG’ = W x KG – w x KG1
= W x KG – w ( KG + GG2)
= (W x KG – w x KG) + ( w x GG2 )
(W – w) x KG’ = (W – w) KG + ( w x GG2 )
(W – w ) (GG’ + KG) = (W – w) KG + ( w x GG2 )
(W – w) GG’ + (W – w) KG = (W – w) KG + ( w x GG2 )
(W – w) GG’ = ( w x GG2 )
281
( w x GG2 )
GG’ = —————-
( W – w )
( w x d )
GG’ = ————— W’ = (W – w )
W’
Menghitung jarak tegak titik berat kapal akibat Pemindahan muatan Sebuah persamaan berpindahnya kedudukan titik berat sebuah kapal yang disebabkan oleh adanya sebuah bobot yang dipindahkan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah.
G2
W 2
G G KG2
G1
G’
KG1 G3
w1 W2 KG3
w1
Menghitung jarak tegak titik berat adanya pemindahan muatan ketempat lebih rendah
w1 x KG1 + w2 x KG2 = W1 x KG
w1 x KG1 + w2 x KG3 = W1 x KG1 _
——————————————————————-
w2 x KG2 – w2 x KG3 = W’ x KG – W’ x KG’
w2 ( KG2 – KG3 ) = W’ (KG – KG’)
w2 ( G2G3 ) = W’ ( GG’)
w2 ( G2G3)
GG’ = —————–
W’
Dengan adanya penambahan bobot, pengurangan bobot, penggeseran bobot dalam arah vertikal, rumus umum tentang perpindahannya titik berat kapal yang bersangkutan dapat dituangkan sebagai berikut :
w x d
GG’ = ———–
W’
Dimana
GG’ : jarak berpindahnya titik berat kapal
W : bobot yang ditambahkan, dikurangi ataupun yang digeser
d : jarak
W’ : berat benaman terakhir
Catatan :
Dalam mempergunakan rumus tersebut (seringkali di sebut RUMUS GESER) harus memperhatikan ketentuan – ketentuan berikut :
(1) Adanya penambahan atau pengurangan bobot d (jarak) :
Jarak yang dimaksudkan adalah jarak antara titik berat awal kapal dan titk berat bobot yang ditambahkan atau yang dikurangkan itu
(2) Adanya penggeseran bobot arah vertikal
d (jarak) : harus dipergunakan jarak antara titik berat awal bobot yang digeser dengan titik berat bobot akhit. jelasnya : harus dipergunakan jarak tegak pergeseran bobot yang bersangkutan.
Contoh – contoh soal :
1). Pergunakan rumus–geser untuk menghitung berapa jauh berpindahnya titik–berat (=GG’) sebuah kapal yang berat benamannya 15.000 ton dan yang titik beratnya terletak 6 meter diatas bidang lunas setelah ia memuat sebuah muatan yang beratnya 800 ton yang titik beratnya terletak 4,5 meter diatas bidang lunas. Rumus – geser yang harus dipergunakan adalah :
w x d
GG’ = ———
W’
Kedalam rumus itu disubsitusikan :
w = 800 ton
d = ( 6,0 – 4,5 ) meter = 1,5 meter
W’ = ( 15.000 + 800 ) ton = 15.800 ton
Sehingga :
800 x 1,5 1.200 ton meter
GG’ = ———– = ———————— = 0,075 meter
15.800 15.800 ton
Jadi titik berat-kapal akan bergeser kebawah sejauh 0,075 meter
2). Sebuah kapal yang berat–benamannya 16.000 ton dan yang titik beratnya pada saat itu terletak 3,6 meter diatas lunasnya akan memuat suatu party muatan yang beratnya 750 ton yang titik beratnya akan terletak 2,7 meter diatas lunas kapal. Berapa jauhkah titik-berat kapal akan berpindah dalam arah tegak itu dan kearah manakah ia bergeser ? (Pergunakan rumus-geser didalam perhitungan ini). Rumus-geser yang dimaksudkan adalah :
w x d
GG’ = ———
W’
Apabila w = 750 ton
d = ( 3,6– 2,7) meter = 0,9 meter
W’ = ( 16.000 + 750 ) ton = 16.750 ton
Disubstitusikan kedalam rumus tersebut, maka akan terjadi persamaan
750 x 0,9 2.250 ton meter
GG’ = ———– = ———————— = 0,134 meter
16.750 16.750 ton
jadi titik-berat kapal setelah pemuatan itu bergeser kebawah sejauh 0,134 meter
3). Sebuah kapal yang berat-benamannya 10.000 ton dan yang titik beratnya pada saat itu terletak 7,5 meter diatas lunasnya akan menaikkan (memindahkan keatas) sebagaian muatannya, yakni 200 ton keatas sejauh 4,5 meter, maka akan bergeser kemana dan berapa jauhkah titik-berat kapal itu bergeser ? (Pergunakan rumus geser).
Rumus-geser :
w x d
GG’ = ———
W’
Apabila kedalam rumus tersebut disubstitusikan nilai – nilai :
w = 200 ton
d = 4,5 meter
W’ = 10.000 ton
Maka :
200 x 4,5
GG’ = ————
10.000
900 ton meter
= ——————– = 0,09 meter
10.000 ton
Jadi titik-berat kapal itu akan bergeser keatas sejauh 0,9 meter
4). 400 ton air laut diisikan kedalam tangki-tinggi (deep-tank) hingga penuh. Titik-berat tangki diperkirakan terletak 3,0 meter diatas bidang lunas kapal. Jika berat-benaman kapal sebelum ia mengisi tangki tinggi itu adalah 8.500 ton dengan titik-beratnya terletak 7,5 meter diatas lunasnya, dimanakah titik-berat kapal itu akan terletak setelah tangki-tinggi itu terisi penuh ? (Pergunakan rumus-geser didalam perhitungan ini).
Rumus-geser :
w x d
GG’ = ———
W’
Apabila kedalam rumus tersebut disubstitusikan nilai – nilai :
w = 400 ton
d = (7,5 – 3,0 ) meter = 4,5 meter
W’ = ( 8.500 + 400 ) ton = 8.900 ton
Maka :
400 x 4,5
GG’ = ————
8.900
1.800 ton meter
= ———–
8.900 ton
= 0,20 meter
setelah tangki-tinggi diisi penuh, maka titik berat kapal akan digeser kebawah sejauh 0,20 meter, atau kedudukan titik berat kapal itu akan terletak ( 7,5 – 0,20 ) meter = 7,30 meter diatas lunas
5. Sebuah lokomotip yang beratnya 200 ton diturunkan dari atas geladak utama kapal saudara. Titik berat lokomotip sewaktu di kapal terletak kira-kira setinggi 12 meter diatas lunasnya. Apabila berat benaman sebelum lokomotip itu diturunkan adalah sebesar 9.000 ton dengan titik beratnya terletak 7,5 meter diatas lunas. Berapa tinggikah kedudukan titik berat kapal itu setelah lokomotip itu diturunkan. (Gunakan rumus geser didalam perhitungan ini).
Rumus Geser :
w x d
GG’ = ———-
W’
285
Apabila kedalam rumus-geser itu disubsitusikan nilai-nilai :
w = 200 ton
d = (7,5– 12) meter = – 4,5 meter
W’ = (9.000 – 200) ton = 8.800 ton
Sehingga :
200 X (- 4,5 )
GG’ = —————–
8.800
- 900 ton meter
= ———————- = – 0,10 meter
8.800 ton
Setelah lokomotip diturunkan, titik berat bergeser kebawah sejauh 0,10 meter
Untuk memperkirakan kedudukan titik berat sebuah ruang muatan yang penuh berisi muatan sehingga hasilnya mendekati kebenaran, maka kita harus memperhatikan keadaan yang mempengaruhi kedudukan titik berat tersebut. Ada 2 macam keadaan yang mempengaruhi kedudukan titik berat di dalam ruang muatan tersebut, yaitu :
1. Apabila ruang muatan terisi seluruhnya oleh muatan homogen (misalnya seluruhnya terdiri dari beras, gula, semen, pupuk, dlsb), maka bolehlah kita perkirakan bahwa titik berat muatan berimpit dengan titik berat ruang muatan tersebut. Kedudukan titik berat ruang muatan yang bersangkutan dapat kita ketahui dari “CAPACITY PLAN “ sebab didalam capacity plan ini tertera ruangan-ruangan dan tangki-tangki besarnya tangki atau ruang muatan tersebut, kedudukan titik berat masing-masing ruang muatan atau tangki yang bersangkutan (pada umumnya kedudukan titik berat tersebut ditandai dengan 0) disertai dengan keterangan keterangan lain.
Kedudukan titik berat ruang muatan atau tangki-tangki kira-kira sedikit lebih tinggi dari pada setengah tinggi ruang muatan atau tangki yang bersangkutan (sebab ruang-ruang muatan atau tangki-tangki bukan merupakan ruangan-ruangan yang berbentuk kotak, balok ataupun kubus, melainkan disudut-sudut bagian bawahnya agak melengkung). Didalam ruang-ruang muatan bawah nomor 1 dan nomor 5 (yang masing-masing terletak dibagian paling depan dan bagian paling belakang itu), nilai-nilai perkiraan dari kedudukan titik beratnya akan lebih sulut diperkirakan, sebab kulit kapal yang membatasi ruang ruang muatan itu melengkung dengan tajamnya, sehingga nilai yang diperoleh besar sekali kemungkinannya bahwa kurang benar.
Sekalipun demikian, apabila besarnya nilai kesalahan itu hanya kecil, maka kesalahan itu tidak akan berarti, sebab pengaruhnya terhadap kedudukan titik berat kapal secara keseluruhan adalah terlalu kecil, sehingga oleh karenanya dapat diabaikan.
2. Apabila ruang muatan hanya sebagian saja yang terisi ataupun seluruhnya terisi oleh muatan heterogen (muatan campur). Jika suatu ruang muatan yang terisi barang potongan (general cargo), sebagian atau seluruhnya, kedudukan titik beratnya hanya dapat diperkirakan saja. Kedudukan titik berat masing-masing party muatan untuk mendapatkan momen terhadap bidang lunasnya. Jumlah masing-masing momen terhadap bidang lunas dari masing masing party muatan itu, kemudian dibagi oleh jumlah berat seluruh party muatan untuk mendapatkan kedudukan titik berat seluruh muatan didalam ruang muatan tersebut (jadi dalam hal ini dipergunakan aturan momen).
Apabila kedudukan titik berat seluruh muatan yang didapat didalam suatu ruang muat lebih tinggi dari pada kedudukan titik berat ruang muatan itu sebagaimana yang tertera didalam capasity plan, maka kenyataan demikian itu menandakan bahwa pamadatan muatan didalam ruang muatan itu telah salah dilakukan, sebab berat atas, oleh karena muatan-muatan berat diletakan diatas muatan-muatan yang lebih ringan dari padanya, sehingga kedudukan titik beratnya terlalu tinggi
Contoh :
Didalam sebuah ruang muatan dipadati berbagai jenis muatan sebagai berikut :
1. Diatas papan alas ruang muatan, 300 ton rel kereta apai setinggi 5 kaki
2. Diujung belakang ruang muatan, 150 ton mesin dalam peti setinggi 9 kaki
3. Diujung depan ruang muatan, 80 ton muatan kalengan setinggi 8 kaki
4. Paling atas (di atas mesin dan muatan kalengan), 40 ton tekstil setinggi 7 kaki
Apabila tinggi dasar berganda kapal itu 4 kaki, dimanakah titik berat ruang muatan yang telah berisi muatan itu sekarang ?
Untuk mempermudah perhitungan, dibuat bagan pemadatan ruang muatan tersebut. Untuk memperoleh kedudukan titik berat ruang muatan yang terisi muatan sedemikian itu dengan hasil yang tepat adalah tidak mungkin.
Didalam praktek, kedudukan titik berat ruang muatan dalam kondisi semacam itu dapat diperhitungkan dengan cara yang praktis yang hasilnya tidak akan jauh berbeda dari yang sebenarnya.
Adapun cara yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Membuat bagan pemadatan ruang muatan yang bersangkutan
2. Memperkirakan kedudukan titik berat masing-masing muatan terhadap bidang lunas (atau terhadap dasar dalamnya)
3. Masing-masing bobot muatan dikalikan dengan jarak tegak titik beratnya terhadap bidang lunas (atau terhadap dasar dalamnya)
4. Hasil kali masing-masing bobot muatan dan jarak tegak antara masing-masing titik berat terhadap bidang lunas atau terhadap dasar dalamnya dijumlahkan (merupakan jumlah momen seluruh bobot terhadap bidang alas atau dasar dalamnya)
5. Jumlah momen tersebut dibagi dengan jumlah seluruh bobot muatan yang dipadat tadi, akan diperoleh jarak tegak titik berat seluruh muatan itu terhadap bidang lunas atau dasar dalamnya.
Perhitungannya :
No. Macam barang Bobot
Jarak tegak titik
beratnya terhadap
dasar dalam
Momen
1.
2.
3.
4.
Rel Kereta Api
Mesin dalam peti
Muatan kalengan
Tekstil
300
150
80
40
2,5
9,3
9,0
15
750
1.425
720
600
570 3.495
Jarak tegak kedudukan titik berat muatan terhadap dasar dalam adalah :
3.495
——- = 6,1 kaki
570
Jarak tegak antara kedudukan titik berat ruang muatan yang telah terisi muatan dan bidang lunas kapal = (6,1 + 4 ) kaki = 10,1 kaki
Catatan :
Dalam memperkirakan kedudukan titik berat masing masing muatan itu terhadap berbagai jenis muatan diambil pada setengah tingginya, sedangkan bagi tekstil diperkirakan sedikit dibawah setengah tingginya.
Perhitungan stabilitas kapal terbaik harus diperhitungankan sebaik baiknya apabila keadaan memungkinkan sementara bagan pemadatan dikerjakan. Jadi sebelum kapal melakukan pemuatan tindakan tersebut penting sekali dilakukan, sebab adalah lebih mudah untuk merubah pamadatan muatan yang masih dalam rencana guna memperoleh stabilitas yang lebih baik daripada melakukan perubahan pemadatan sementara kapal memuat, terlebih lebih apabila pemuatan telah selesai dikerjakan.
Khususnya apabila susunan pemadatan muatan akan dilakukan setelah pemuatan selesai dikerjakan, jelaslah kiranya bahwa tindakan tersebut sangat terlambat untuk memperbaiki keadaan stabilitas, sebab usaha memperbaiki stabilitas itu hanya akan dapat dilakukan dengan jalan memindah-mindahkan air balast.
6. Olengan kapal
Hubungan yang ada antara besarnya nilai tinggi metasentrum suatu kapal dengan olengannya adalah sesuai bentuk persamaan berikut ini :
0,44 L
T = ———
v GM
dimana : T = Waktu oleng kapal
L = Lebar kapal
GM = Tinggi metasentrum
0,44 = konstante sehingga :
1. Apabila nilai tinggi metasentrum kapal kecil (GM kecil), maka suku kedua dari persamaan itu besar, sehingga suku pertamanya pun dengan sendirinya besar (T besar). Jika nilai T besar, hal ini berarti bahwa waktu olengannya besar. Artinya bahwa waktu yang diperlukan oleh kapal itu untuk mengoleng satu kali olengan adalah besar. Hal ini sesuai benar dengan rumus bagi momen
penegak untuk sudut-sudut senget kecil (pada stabilitas awal) :
Mp = W x GM Sin Q
Yang didalam rumus itu ternyata bahwa apabila GM nya kecil, maka momen penegaknya kecil, artinya bahwa kemampuannya untuk menegak kembali kecil, artinya bahwa waktu olengan besar, sebab kapal mengoleng secara lamban.
2. Apabila nilai GM besar, maka suku kedus persamaan itu kecil, maka suku pertama persamaan itupun kecil pula. Hal ini berarti bahwa waktu olengannya kecil, artinya kapal akan mengoleng secara cepat.
3. Apabila nilai GM itu terlalu kecil, maka suku kedua persamaan itupun akan jadi terlalu besar, sehingga suku pertama persamaan itupun terlalu besar, sehingga waktu yang diperlukan untuk menegak kembali terlalu besar (terlalu lama), artinya bahwa waktu olengannya terlalu lama. Sebuah kapal yang waktu olengannya terlalu lama maka kapal demikian disebut kapal langsar
4. Apabila nilai GM terlalu besar, maka suku kedua persamaan itu terlalu kecil, sehingga suku pertama persamaan itupun menjadi terlalu kecil pula, artinya bahwa waktu olengannya terlalu kecil. Jika sebuah kapal dalam keadaan demikian itu, kapal demikian disebut kapal Kaku. Hal ini sesuai pula dengan rumus yang berlaku bagi stabilitas untuk sudut-sudut senget kecil (stabilitas
awal).
Mp = W x GM Sin Q
Jika GM didalam rumus itu bernilai terlalu besar, maka momen penegaknyapun terlalu besar. Artinya bahwa kemampuan untuk menegak kembaliterlalu besar, artinya bahwa waktu olengannya terlalu kecil. Kapal yang dalam keadaan demikian, maka disebut sebuah kapal kaku.
5. Apabila nilai GM = 0, maka suku kedua persamaan tersebut = 0, demikian pula suku pertamanyapun = 0. Artinya bahwa waktu olengnya = 0. Hal inipun sesuai dengan rumus momen penegak untuk stabilitas awal :
Mp = W x GM Sin Q
Jika kedalam rumus itu disubsitusikan nilai GM = 0, maka momen penegaknya = 0, artinya bahwa sebuah kapal yang dalam keadaan demikian itu tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget. Kapal semacam itu disebut sebuah kapal yang memiliki stabilitas netral.
Yang dimaksud dengan “ Waktu Olengan “ sebuah kapal adalah banyaknya waktu yang diperlukan oleh sebuah kapal dalam mengoleng untuk satu olengan penih. (lihat gambar dibawah ini).
290
1 3
2
Waktu Olengan kapal
Penjelasan gambar :
Seandainya pada keadaan (1) : kapal menyenget kekanan pada sudut senget yang paling besar.
Pada keadaan (2) : kapal dalam keadaan tegak
Pada keadaan (3) : kapal menyenget ke kiri pada sudut senget yang paling besar,
Maka waktu olengan kapal adalah : banyaknya waktu yang diperlukan oleh kapal itu untuk mengoleng dari kedudukan berturut-turut : kedudukan (1), kedudukan (2), kedudukan (3), kembali kedudukan (2).
Waktu olengan kapal dicatat sebanyak mungkin dan pada dasarnya semakin banyak jumlah waktu olengan yang di catat maka akan semakin baik hasilnya. Didalam praktek pencatatan waktu olengan itu dilakukan sebagai berikut :
1. Pencatatan waktu olengan kapal secara terus menerus sebanyak 20 kali
2. Jumlah waktu olengan itu dibagi rata, sehingga diperoleh waktu olengan rata-ratanya
3. Tindakan demikian itu dilakukan sebanyak 3 kali (pagi, hari, tengah hari, kemudian malam hari) Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan tersebut, harap perhatikan bagan pencatatan berikut ini :
No. Waktu Olengan
Dalam detik
1.
2.
3.
4.
..
20
T1
T2
T3
T4
..
T20
T1 + T2 + T3 + T4 + ………………T20
T1 + T2 + T3 + T4 + ………………T20
Rata-rata = —————————————————
20
Dengan menggunakan waktu olengan kapal, dapat diketahui bertambah atau berkurangnya stabilitas kapal. Mengapa demikian ? (perhatikan uraian dibawah ini).
Jika waktu olengan yang pertama =T1, sedangkan waktu olengan yang terakhir = T2, maka menurut rumus olengan, dapat dituangkan dalam persamaan sebagai berikut :
0,44 L 0,44 L
T1 = ————— T2 = ———–
vGM1 v GM2
sehingga :
0,44 L
——–
T1 v GM1
———– = —————–
T2 0,44 L
——–
v GM2
vGM2
= ———
v GM1
T1 : T2 = GM2 : GM1
T1
Atau : GM2 = ——— x GM1
T2
292
Dengan demikian dapat diketahui berapa prosen bertambah atau berkurangnya stabilitas kapal itu, yaitu sebesar :
T1
——- x 100 %
T2
Contoh :
Sebuah kapal yang lebarnya 60 kaki, tinggi metasentrumnya = 2,5 kaki, mengoleng dengan waktu olengan 16 detik. Setelah ruang muat nomor 4 bocor, kapal itu mengoleng dengan waktu olengan sebesar 22 detik . Berapakah tinggi metasentrumnya sekarang dan berapa prosenkah tinggi metasentrum terhadap tinggi metasentrum permulaannya (sebelum bocor).
Penyelesaiannya
Sebelum bocor : L = 60 detik
GM1 = 2,5 detik
T1 = 16 detik
0,44 L 0,44 x 60
T1 = ——— = —————- ……….(1)
v GM1 v2,5
Setelah bocor : L = 60 detik
GM2 = ? detik
T2 = 22 detik
0,44 L 0,44 x 60
T2 = ——— = —————- ……….(2)
v GM2 v GM2
0,44 x 60
—————
T1 v2,5
——– = ———————-
T2 0,44 x 60
—————-
v GM2
16 0,44 x 60 v GM2
——– = ————– x —————-
22 v 2,5 0,44 x 60
293
16 v 2,5 0,44 x 60
v GM2 = ——– x ——– x —————-
22 0,44 L
( 16 )2
= ——– x 2,5
( 22 )2
256
= ———- x 2,5
484
= 1,32 kaki
Tinggi metasentrum kapal itu GM2 = 1,32 kaki, atau
1,32= —— x 100 % x GM1 = 60,08 %
2,5
Sebuah kapal yang memiliki GM negatif (artinya bahwa titik berat kapal tersebut terletak diatas metasentrumnya), maka kapal akan berada dalam stabilitas goyah. Jadi kapal pada saat itu apabila menyenget oleh bekerjanya pengaruh luar, kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali tetapi bahkan sudut sengetnya akan menjadi semakin besar, sebab kapal pada saat itu bukan memiliki momen penegak melainkan momen penyenget.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar