Ricky Maahury, 17 tahun, berjalan sempoyongan. Pelajar SMA kelas dua ini menenteng banyak bawaan. Sambil meringis menahan beban, diterobosnya kerumunan orang yang berjubel di atas dermaga. Setelah menyelinap dengan sisa-sisa tenaga, sampai lah dia di bibir dermaga.
Sore itu. akhir April 2012. Pelabuhan Nama di Pulau Kisar, pulau paling ujung di Provinsi Maluku yang berhadap muka dengan Republik Demokratik Timor Leste, tampak ramai. Hilir mudik tukang ojek dari pelabuhan ke Kota Wonrelli, ibukota sementara Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang baru dimekarkan dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) tiga tahun lalu, ramai lancar.
Kapal perintis tujuan Kisar – Ambon diinformasikan tiba sekitar pukul 23.00 teng. Namun, dua jam sebelum itu, areal pelabuhan seluas seperdua lapangan sepakbola telah dipenuhi warga bersama kendaraan roda dua. Bentang dermaga sepanjang kurang lebih 100 meter juga disesaki.
Pemandangan seperti ini tentu saja mengecutkan hati mereka yang tidak terbiasa naik kapal perintis. Namun bagi warga lokal, hal itu lazim, dan bahkan ada yang lebih dari itu. Sekira pukul 23.00 teng, Kapal Perintis Sabuk Nusantara, terlihat di kejauhan, di perairan Pulau Wetar yang bersebelahan dengan Timor Leste. Kapal baru yang disubsidi pemerintah tersebut, melayari rute Ambon – MBD – Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapal tersebut bertolak dari Pelabuhan Kupang dan setelah melakukan pelayaran selama satu hari, baru lah tiba di Pelabuhan Kisar. Massa yang ada di areal pelabuhan, tanpa komando bergerak memadati dermaga.
Saat kapal hendak berlabuh, bentang dermaga yang berkonstruksi besi, dijejali ribuan warga bersama barang bawaan. Jerit kesakitan perempuan dan anak , tenggelam oleh teriakan penumpang di atas kapal. Dan ketika tangga diturunkan (belum pas kedudukannya), aksi saling dorong, mendahului dan berebut naik ke atas kapal seketika terjadi. Ada yang sampai nekat memanjat dinding kapal karena kuatir tidak kebagian tempat.
Beberapa terlihat menyelinap melalui geladak kapal yang berada di bawah dermaga. Tiba-tiba ‘Brakk”, tangga kayu patah. Ugh, untung tak ada yang masuk laut. Ketika tangga diturunkan lagi, kembali terjadi aksi saling berebut. Penumpang Kupang tujuan Kisar dibuat frustasi karena tak bisa turun, sementara polisi dan pengelola pelabuhan terlihat kewalahan mengendalikan warga. Aksi seperti ini berlangsung berjam-jam.
Ironisnya, orang-orang yang berebut naik kapal, ternyata tidak semuanya ikut berlayar. Sebagian dari mereka bertindak semacam tim sukses bagi calon penumpang berduit. Orang-orang ini bertugas menaikkan barang dan memburu tempat kosong di dalam kapal. Biasanya barang diembarkasi ke atas
kapal dengan cara melempar atau menggotong ramai-ramai dari atas dermaga.Setelah sebagian besar calon penumpang tujuan Letti, Moa, Lakor, Damer, Tepa (pulau-pulau terluar) dan Ambon naik ke atas kapal, barulah penumpang kapal tujuan Kisar dipersilahkan untuk turun. Kapal yang dipastikan berlayar dengan kapasitas muat melebihi daya ini, meninggalkan Pelabuhan Kisar sekitar pukul 03.00 dinihari dengan tujuan Letti. Dan setelah melakukan pelayaran selama 4 hari, kapal tersebut tiba di Pelabuhan Jos Sudarso Ambon.
Demikian sepenggal pilu tragedi transportasi di wilayah pesisir, terpencil dan terluar di ujung negara. Sejak bangsa ini merdeka, nasib orang-orang pulau ‘justru terjajah dan jauh dari perhatian negara. Tidak
salah jika psikologi orang-orang perbatasan seperti Kisar dan Wetar, jauh lebih condong ke negara tetangga yang punya kesamaan kultur ketimbang bangsa sendiri.
Dulu, orang tenggara jauh, sebutan bagi masyarakat Maluku yang bermukim di pulau-pulau terselatan, terpencil dan terluar seperti Kisar, Wetar, Letti, Moa, Lakor dan Kepulauan Babar (sekarang Kabupaten MBD) terkungkung dalam penjara keterisolasian. Kapal yang diharapkan sebagai penggerak roda perekonomian, kadang muncul sekali dalam dua tiga bulan.
Akibatnya, setiap kali pelayaran, terjadi ledakan penumpang yang melebihi kapasitas dan mengancam keselamatan armada. Tak seorangpun, termasuk kapten kapal dan petugas dermaga, mampu mencegah ledakan penumpang karena trans;portasi bagi orang pulau adalah kesegalaan asa. Pemandangan kapal
meninggalkan pelabuhan Jos Sudarso Ambon dengan posisi oleng (miring) akibat kelebihan muatan merupakan pemandangan umum yang kerap dijumpai.
Cerita tentang kelangkaan transportasi ke pulau-pulau terpencil menyisakan kepedihan yang dalam. Pada akhir tahun 80-an, orang-orang pulau masih diperlkaukan secara tidak manusiawi. Pada era ini, pemandangan manusia campur aduk dengan binatang ternak seperti kambing, domba dan ayam dalam kapal, masih umum terlihat. Nasib orang-orang pulau nyaris sama dengan hewan ternak.
Lihat saja, pada beberapa pelayaran, terutama menjelang Hari Raya Natal, kapal perintis tujuan pulau terluar sama persis dengan kereta api yang dijejali supporter sepak bola (Persebaya) yang memenuhi gerbong luar dalam. Banyak penumpang kapal yang terpaksa berdiri berhari-hari di tempat karena seluruh ruangan kapal, kecuali mesin terisi dengan manusia dan hewan.
Padahal, dampak dari kelangkaan transportasi sangat berdampak dan mengancam eksistensi orang pulau. Di Kisar misalnya, pada tahun 1996, terjadi kemarau panjang yang menghanguskan seluruh tanaman perkebunan. Kala itu, hujan tidak turun lebih dari setahun dan semua kebun Jagung, tanaman pokok pengganti beras, gagal panen. Hampir semua sumur kering, dan hanya satu dua yang berair tapi terbatas.
Akibatnya, terjadi krisis pangan yang oleh masyarakat satu pulau dicap sebagai krisis pangan paling buruk dalam sejarah peradaban di pulau terluar. Bayangkan, selama berbulan-bulan, isi perut mereka ditambal dengan buah pepaya dan beberapa tanaman yang tidak mengandung racun. Sementara, bantuan yang diharapkan, tak kunjung tiba karena ketiadaan informasi dan transportasi.
Kini, melalui Kementerian Perhubungan, orang tenggara jauh bisa sedikit berlega nafas. Ada KM Pangrango, kapal putih milik PT Pelni dan beberapa kapal perintis seperti Banda Neira, Cantika Pratama dan Maloli. Namun tetap saja terjadi ledakan penumpang karena transportasi adalah nafas kehidupan orang-orang pulau di negara yang katanya negara bahari. ***
0 Response to "Tragedi Transportasi, Berebut Kapal di Batas Negara"
Posting Komentar