Marine Surveyor & Inspection Services

0812-701-5790 (Telkomsel) Marine Surveyor PT.Binaga Ocean Surveyor (BOS)

0812-701-5790 (Telkomsel) Marine Surveyor PT.Binaga Ocean Surveyor (BOS)
Marine Surveyor

cerita pelaut - Pelancong yang awak kapal


MAJALAH TEMPO:  9-15 Mei 2011 (hal 76-77)
KISAH sedih, menakutkan, dan dramatis dalam perompakan kapal Sinar Kudus memunculkan anggapan duka lara kehidupan pelaut. Pergi lama berlayar, menentang badai, bekerja keras di kapal, dan masih berisiko dirompak merupakan tantangan sehari-hari yang pasti mengerikan untuk diceritakan. Namun, bagi Ery Wibowo, 31 tahun, menjadi anak buah kapal bukan kesusahan, melainkan petualangan seru. Pria asal Temanggung, Jawa Tengah, ini bertekad bekerja sebagai awak kapal bukan demi uang, melainkan untuk mencari petualangan di kota-kota pelabuhan tempat kapal melempar sauh.
Ery ingin melihat dunia. Dan dia menjadikan pelabuhan-pelabuhan kapal itu sebagai pintu masuknya berjalan-jalan dan bertualang. Tekad itu muncul setelah dia menggenggam ijazah sarjana sosial politik. Menurut dia, masih terasa ada yang kurang dalam pencapaiannya: ingin melihat negeri jauh. Untuk itulah dia berkeras mendaftar sebagai kru bagian pengelolaan-yang jenis pekerjaannya tidak terlalu mementingkan gelar sarjana-di kapal pesiar Carnival Cruise Lines. Ery berlayar sejak 2007. Tiga kontrak sudah diteken selama tiga tahun berlayar dengan kapal dan rute berbeda. Ery sengaja berganti-ganti kapal agar dapat mengunjungi destinasi lain. Kota-kota di Amerika Serikat, Kepulauan Karibia, dan pelosok-pelosok Amerika Latin dijelajahinya. Laman Facebook-nya penuh dengan foto-foto berlatar beragam tetenger kota wisata terkenal di dunia. Petualangan yang paling berkesan adalah ke Karibia, berkeliling ke negara-negara pulau di Amerika Tengah yang disatukan Laut Karibia itu, seperti Jamaika, Puerto Riko, Cayman Islands, dan Kosta Rika. Perjalanan itu jauh lebih memuaskan dibanding penghasilannya. “Tiap balik kampung cuma bawa beberapa juta. Sebagian besar habis buat jalan-jalan,” katanya.
Hartono Rakiman, 40 tahun, punya istilah untuk menggambarkan pelancong ala Ery itu: leisure while working, bersenang-senang sambil bekerja. Hartono sendiri telah menggapai mimpi menyinggahi pelabuhan-pelabuhan dunia dengan bekerja di kapal pesiar sejak 1995. “Menghadirkan peristiwa yang luar biasa,” ujar Hartono, yang kini berprofesi sebagai penulis dan bekerja di perwakilan sebuah lembaga internasional. Dia rajin mencatat cerita perjalanannya, sampai dibukukan, Mabuk Dolar di Kapal Pesiar, yang diluncurkan Oktober tahun lalu. Setamat kuliah, Hartono tak mau buru-buru mencari pekerjaan “mapan”. “Mumpung masih muda dan lajang,” katanya. Ingin berkeliling dunia sebagai pelancong biasa, uang tak ada. Maka solusinya adalah bekerja di kapal pelayaran internasional. Dengan bekal kursus singkat bidang perhotelan, dia pun lulus seleksi bekerja di kapal pesiar Holland America Line sebagai pelayan (waiter). Dari hotel terapung itu, dia menjemput mimpi keliling dunia. Beruntung, Hartono bekerja di kapal dengan rute panjang. Kapalnya menjual paket Grand Orient and South Pacific Cruise. Selama tiga bulan, kapal menyusuri Vancouver, singgah di beberapa kota kecil di Alaska, menyusuri negara-negara Asia, Australia, serta Kepulauan Pasifik, dan terakhir singgah di Los Angeles. Setiap kali kapal bersandar, dia menyempatkan diri jalan-jalan ke darat. Kesempatannya saat makan siang, setelah sarapan, sampai menjelang makan malam. Total waktu bertualang sekitar enam jam. Dia pun berganti profesi menjadi pelancong. Bagaimana jika masih di lautan lepas? “Kembali jadi kacung,” kata Hartono. Jam kerjanya relatif panjang karena ia harus melayani tamu sejak bangun tidur sampai mau tidur lagi. Untung, di kapal pesiar, banyak fasilitas hiburan, seperti kasino, teater, supermarket, kolam renang, pusat kebugaran, dan lapangan golf mini. “Seperti surga,” ujar Hartono, tertawa. Bertualang di kawasan-kawasan eksotis tidak hanya bisa dengan kapal pesiar.
Menjadi awak di kapal barang pun jadi. Yang penting adalah negara-negara yang disinggahi. “Sama saja, hanya di kapal barang tidak banyak singgah,” kata Y.B. Rudi, pekerja di sebuah kapal barang dua tahun terakhir, setelah pernah juga di kapal pesiar. Persinggahan kapal barang praktis hanya di negara asal barang dan negara tujuan. Namun Rudi tetap berhasil memuaskan penasaran keliling dunia dengan bekerja di kapal barang. Sebab, memang ada “kelebihan” menjadi awak kapal barang, yaitu mendapat kejutan setiap kali kapal berlabuh. “Di beberapa pelabuhan tertentu, begitu kapal bersandar, ibu-ibu PKK sudah naik dek,” ujar Rudi. “Ibu-ibu PKK” yang dimaksudkan adalah para perempuan penghibur asli dari negara yang disinggahi. Suasana ini tidak mungkin dijumpai di kapal pesiar yang ketat standar keamanannya. Jika tarif disepakati, para penghibur itu siap setia menemani awak selama kapal bersandar.
Fenomena wanita penghibur memang lekat dengan kehidupan di kapal, termasuk kapal pesiar. Hartono berkisah ketika singgah di Jamaika. “Welcome to Bob Marley’s island, Man,” demikian sambutan ramah yang sering terdengar. Tapi, jika sapaan itu disambut, bakal menyusul penawaran berhubungan seks dengan wanita setempat yang sudah siap menunggu di jalan. Cerita Hartono masih berlanjut. Di pelabuhan Dominika, kerap dijumpainya wanita cantik ala bintang telenovela yang mengerling genit sambil mengembuskan asap rokok ke arahnya. “Kuat-kuatan iman,” kisahnya. Godaan “mencoba” wanita beragam ras dan dari berbagai negara itu tak dimungkiri menjadi salah satu dorongan orang menjadi pelancong sembari bekerja di kapal. Rudi mengisahkan, kadang sebagian pekerja sudah berimajinasi dan menyusun rencana terutama jika kapal menjelang bersandar di suatu negara yang wanita penghiburnya “spesial”. “Begitu kapal bersandar, pekerja langsung bubar mencari mangsa’ masing-masing.”
Bagi sebagian yang punya hobi semacam itu, tak ada beban melakukannya, toh ada transaksi saling menguntungkan-dan putus hubungan setelah kapal kembali berlayar. Romantika menjadi pelancong sembari bekerja sebagai awak kapal memang membuahkan kenangan legit yang abadi. Ignatius Djumadiono, 47 tahun, masih lancar bercerita tentang petualangannya saat melaut 15 tahun silam. Bertahun-tahun bekerja di kapal pesiar, dia mencecap perjalanan seru dan mengasyikkan. “Pelesiran keliling dunia,” kata Djumadiono, yang kini tengah rehat di darat, mengembangkan usaha pelatihan di Bandung. Awalnya adalah keinginan menginjakkan kaki di The Big Apple, New York, dan melihat Hollywood. Tapi lulusan sekolah menengah atas pada 1990 ini tak tahu cara memenuhi mimpinya karena tak ada modal. Hingga dia berkenalan dengan orang yang bekerja di kapal pesiar. Berbuhul tekad kuat, dia pun mengambil kuliah singkat di sebuah lembaga perhotelan di Bandung, sekaligus belajar bahasa Inggris. Akhirnya, dia diterima bekerja di kapal pesiar yang memiliki perwakilan di Indonesia, yaitu Holland America Line. Di awal, Djumadiono bekerja di kapal pesiar berute New York-Bermuda. Alhasil, dia tak hanya menginjakkan kaki di kota super-metropolitan itu. Maklum, sepuluh hari sekali kapalnya singgah di sana. “Sampai masuk lorong-lorong pun hafal,” ujarnya. Tentu tak hanya New York yang dia jelajahi. Djumadiono pernah khusus datang ke Alaska untuk melihat paus (whale watching). Dia juga menyempatkan diri berenang dengan kawanan lumba-lumba yang bersahabat di laut tenang nan jernih di Kepulauan Karibia. Lelaki petualang ini pun bisa sekadar santai di pantai Hawaii, menikmati summer breeze dengan minuman segar, diiringi alunan musik khas. Juga sensasi menjadi pelancong di banyak kota wisata Amerika, Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Australia sudah dirasakan. “Saya juga datang ke banyak kota yang sebelumnya tidak pernah saya dengar namanya.”
Harun Mahbub
Link ke Majalah Tempo

0 Response to "cerita pelaut - Pelancong yang awak kapal"

Posting Komentar

Program Perhitungan Minyak Petroleum Create your own banner at mybannermaker.com!
bisnis tiket pesawat online Peluang Bisnis Tiket Pesawat
Draft Survey Software untuk Pelaut

cek tiket pesawat murah